Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan
ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus di perinci dan di kembangkan.
Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta
memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan
gagasan tambahan. Sebuah kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai
suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan
untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan catatan sederhana, tetapi
dapat juga berbentuk mendetil, dan di garap dengan sangat cermat .
Secara singkat dapat di katakan kerangka karangan adalah suatu rencana kerja
yang memuat garis garis besar dari suatu karangan yang
akan di garap .
MANFAAT KERANGKA KARANGAN
Mengapa metode ini sangat di anjurkan kepada para penulis, terutama kepada
mereka yang baru mulai menulis ? Karena metode ini akan membantu setiap penulis
untuk menghindari kesalahan- kesalahan yang tidak perlu dilakukan atau secara
terperinci dapat dikatakan bahwa outline atau kerangka karangan
dapat membantu penulis dalam hal – hal berikut :
1.Untuk menyusun karangan secara teratur .
2.Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda – beda .
3.Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih .
4.Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu .
Kerangka karangan merupakan miniatur atau dari sebuah karangan. Dalam bentuk
miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, di
analisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, bukan secara terlepas – lepas.
Dengan demikian : tesis / pengungkapan maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan .
PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Langkah – langkah sebagai tuntunan yang harus di ikuti adalah sebagai berikut :
1.Rumuskan tema
2.Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan
perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi .
3.Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada
langkah kedua di atas .
4.Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang
sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga di kerjakan berulang – ulang
untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya .
5.Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua
perincian dari tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah di peroleh
dengan mempergunakan semua langkah di atas.
POLA SUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis .
Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit – unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab
itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan
berdasarkan waktu ( urutan kronologis ), urutan berdasarkan ruang ( urutan
spasial ), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada .
a. Urutan Waktu ( kronologis )
Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang di dasarkan pada
runtunan peristiwa atau tahap – tahap kejadian . Yang paling mudah dalam urutan
ini adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan
kronologinya.
Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering di pergunakan dalam
roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan
naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan,
kemudian mengadakan sorot balik sejak awal mula perkembangan hingga titik yang
menegangkan tadi .
Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu
– satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah .
b. Urutan Ruang ( Spasial )
Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila
topik yang di uraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau
tempat . Urutan ini terutama di gunakan dalam tulisan – tulisan yang bersifat
deskriptif .
c. Topik yang ada
Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah adalah urutan
berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa suadh di kenal
dengan bagian – bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara
lengkap, mau tidak mau bagian – bagian itu harus di jelaskan berturut – turut
dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana
lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian – bagiannya itu
.
Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap
persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis . Urutan logis
sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya,
tetapi erat dengan tanggapan penulis .
Macam – macam urutan logis yang dikenal :
Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi
tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya
atau yang paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada
akhir rangkaian maka urutan ini di sebut klimaks . Dalam urutan klimaks
pengarang menyusun bagian – bagian dari topik itu dalam suatu urutan yang
semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya,
bertingkat – tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian .
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks . Penulis
mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur – angsur
menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya .
Urutan Kausal
Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan
akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang
kemudian di lanjutkan dengan perincian – perincian yang menelusuri akibat –
akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah
atau dalam membicarakan persoalan – persoalan yang di hadapi umat manusia pada
umumnya .
Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan
dengan perincian – perincian yang berusaha mencari sebab – sebab yang
menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab .
Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian
bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang
– kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari
tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan
akhirnya alternative – alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di
hadapi tersebut .
Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis
harus benar – benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak
langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa
hanya terbatas pada penemuan sebab – sebab, tetapi juga harus menemukan semua
akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun
yang akan terjadi kelak .
Urutan Umum – Khusus
Urutan umum – khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau
dari khusus ke umum .
Urutan yang bergerak dari umum ke khusus pertama – tama memperkenalkan
kelompok – kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian
menelusuri kelompok – kelompok khusus atau kecil .
Urutan khusus – umum merupakan kebalikan dari urutan di atas. Penulis mulai
uraiannya mengenai hal – hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal – hal
yang umum yang mencakup hal – hal yang khusus tadi, atau mulai membicarakan
individu – individu kemudian kelompok – kelompok . Urutan ini merupakan salah
satu urutan yang paling lazim dalam corak berpikir manusia .
Urutan umum – khusus dapat mengandunug implikasi bahwa hal yang umum sudah
di ketahui penulis, sedangkan tugasnya adalah mengadakan identifikasi sejauh
mana hal – hal yang khusus mengikuti pola umum tadi . Sebaliknya urutan khusus
– umum dapat mengandung implikasi bahwa hal khusus maupun umum sama sekali
belum di ketahui . Urutan umum – khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan
sebab – akibat, klimaks, pemecahan masalah . Atau dapat pula mengambil bentuk
klasifikasi, atau ilustrasi . Dalam ilustrasi mula – mula di kemukakan suatu
pernyataan yang umum, kemudian di ajukan penjelasan – penjelasan dan bila perlu
di kemukakan ilustrasi – ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, atau
perbandingan dan pertentangan.
Urutan familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal,
kemudian berangsur – angsur pindah kepada hal – hal yang kurang di kenal atau
belum di kenal. Dalam keadaan – keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan
dengan mempergunakan analogi.
Urutan akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan
familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah di kenal atau
tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu
gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat di
setujui atau tidak oleh para pembaca.
Suatu hal yang perlu di tegaskan di sini sebelum melangkah kepada persoalan
yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola kerangka
karangan yang sama dalam seluruh karangan.
Konsistensi harus terletak dalam tingkatan serta satuan yang sama. Misalnya
bila pada topik – topik utama telah di pergunakan urutan waktu ( kronologis ),
maka pengarang harus menjaga agar hanya topik – topik yang mengandung urutan
waktu saja yang dapat di sajikan dalam topik utamanya. Satuan – satuan topik
bawahan dapat mempergunakan urutan lain sesuai dengan kebutuhannya.
MACAM-MACAM KERANGKA KARANGAN
Macam – macam kerangka karangan tergantung dari dua
parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua berdasarkan
perumusan teksnya.
Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat
di bedakan kerangka karangan sementara ( informal ) dan kerangka karangan formal.
Kerangka Karangan Sementara
Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah
penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk
penelitian kembali guna mengadakan perombakan – perombakan yang di anggap
perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu
di susun secara terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap
persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus di curahkan sepenuhnya
pada penyusunan kalimat – kalimat, alinea – alinea atau bagian – bagian tanpa
mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian
– bagiannya.
Kerangka karangan informal ( sementara ) biasanya hanya terdiri dari tesis
dan pokok – pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk
menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak
kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan
itu.
Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya
timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat
kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk
segera menggarapnya.
Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama
seperti kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat,
kemudian di pecah – pecah menjadi bagian – bagian bawahan ( sub – ordinasi )
yang di kembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Tiap sub – bagian
dapat di perinci lebih lanjut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil. Sejauh
di perlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas – jelasnya. Dengan
perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan
dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka
formal.
Supaya tingkatan – tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama
lain, maka di pergunakan pula simbol – simbol dan tipografi yang konsisten bagi
tingkatan yang sederajat. Pokok – pokok utama yang merupakan perincian langsung
dari tesis di tandai dengan angka – angka Romawi : I, II, III,
IV, dst. Tiap topik utama ( Tingkat I ) dapat di perinci menjadi topik tingkat
II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf – huruf capital : A, B, C, D,
dst. Topik tingkat II dapat di perinci masing – masingnya menjadi topik tingkat
III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst.
Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat
lima di tandai dengan ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat
VI, kalau ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung ( a ), ( b ), ( c
), ( d ), dst. Tanda – tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah
di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini
TESIS : ………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
I. ……………………………………………………………………………….
A. ……………………………………………………………………………
1.………………………………………………………………………….
a. ……………………………………………………………………………
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ……………………………………………………………………
b.……………………………………………………………………….
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ……………………………………………………………………
2.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
( 1 )…………………………………………………………………….
( 2 ) ……………………………………………………………………
b.………………………………………………………………………..
B. ……………………………………………………………………………
1.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) …………………………………………………………………….
b.………………………………………………………………………..
2.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
b.………………………………………………………………………..
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ………………………………………………………………………………
c.…………………………………………………………………………
II.……………………………………………………………………………..
dst.
III.…………………………………………………………………………….
dst.
Berdasarkan Perumusan teksnya
Sesuai dengan cara merumuskan teks dalam tiap unit dalam sebuah kerangka
karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan atas kerangka karangan
kalimat dan kerangka karangan topik.
Kerangka Kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan
tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit – unit
utama dan unit – unit bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat
majemuk bertingkat, sebaliknya untuk merumuskan tiap unit hanya boleh
mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa
manfaat antara lain :
1.Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topic yang akan di uraikan.
2.Perumusan topic – topic dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat
bertahun-tahun.
3.Kalimat yang di rumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun,
seperti bagi pengarangnya sendiri.
Kerangka Topik
Kerangka topic di mulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang
lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok – pokok utama maupun pokok – pokok
bawahan, di rumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak
mempergunakan kalimat yang lengkap. Kerangka topic di rumuskan dengan
mempergunakan kata atau frasa. Sebab itu kerangka topic tidak begitu jelas dan
cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topic manfaatnya kurang bila di
bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara
perencanaan kerangka karangan itu dengan
penggarapannya cukup lama.
Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka
kalimat, misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub – ordinasinya, dan
sebagainya.
SYARAT - SYARAT KERANGKA YANG BAIK
Terlepas dari besar – kecilnya kerangka karangan yang di buat, tiap kerangka karangan yang baik harus memenuhi persyaratan – persyaratan
berikut :
1.Tesis atau Pengungkapan maksud harus jelas
Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan
yang akan di garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus di
rumuskan dengan jelas dalam struktur kalimat yang
baik, jelas menampilkan topic mana yang di jadikan landasan uraian dan tujuan
mana yang akan di capai oleh landasan tadi. Tesis atau pengungkapan maksud yang
akan mengarahkan kerangka karangan itu.
2.Tiap unit dalam kerangka karangan hanya
mengandung satu gagasan
Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit
atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan
pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang di rumuskan dalam dua kalimat,
atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk bertingkat, atau dalam
frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersama – sama
dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas.
Bila terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua
gagasan itu berada dalam keadaan setara, maka masing – masingnya harus di
tempatkan dalam urutan simbol yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan –
gagasan yang tidak setara, maka ide – ide yang berbeda tingkatnya itu harus di
tempatkan dalam simbol – simbol yang berlainan derajatnya.
Pokok – pokok dalam kerangka karangan harus di
susun secara logis
Kerangka karangan yang di susun secara logis dan
teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu :
(1) apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal
(2) apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan
langsungnya
(3) apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur
Harus Mempergunakan Pasangan Simbol Yang Konsisten
Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian
angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unitnya, tipografi
yaitu penempatan angka dan huruf penanda tingkatan dan teks dari tiap unit
kerangka karangan.
Pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unit kerangka
karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
(1) Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk
Tingkatan pertama.
(2) Huruf Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk Tingkat ke dua.
(3) Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai Tingkat ke tiga.
(4) Huruf Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat.
(5) Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai
tingkat ke lima.
(6) Huruf kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai
tingkatan ke enam.
Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau
tinggi sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan
unitnya, semakin ke kanan tempatnya.
Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol –
simbol itu di tengah – tengah kerangka karangan.
Pokok – pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan yang sama harus
mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok – pokok yang berbeda
kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.
0 komentar:
Posting Komentar