DIAGRAM ILMU PENDIDIKAN
Hakikat
Manusia (1)
Tujuan (2)
Peserta Pendidik
Didik(3)
Proses pembelajaran (5)
(4)
Kewibawaan
(6) Kewiyataan (7)
1.
Pengakuan (8) 1.
Materi pembelajaran (15)
2. Kasih
sayang (9) dan 2. Metode pembelajaran (16)
Kelembutan
(10) 3.
Alat bantu pembelajaran (17)
3.
Penguatan (11) 4.
Lingkungan pembelajaran (18)
4.
Tindakan tegas yg mendidik (12) 5. Penilaian hasil pembelajran (19)
5. Pengarahan (13)
6. Keteladanan (14)
High-Touch High- Tech
Perangkat Keilmuan Pendukung
1. Filsafat (20) 6.
Budaya (25)
2.
Psikologi (21) 7.
Teknologi (26)
3.
Sosiologi (22) 8.
Manajemen (27)
4.
Ekonomi (23) 9. Riset
& publikasi (28)
5.
Politik (24)
1.
Hakekat Manusia
a.
Pengertian
Penyebutan manusia sebagai anima
educandum mengisyaratkan bahwa manusia adalah “hewan” yang dapat dididik
dan sekaligus dapat mendidik, serta saling mendidik sesamanya. Manusia terdiri dari jiwa dan raga, dimana
jiwa mengendalikan raga. Manusia itu konstan; manusia itu akan tetap sama
dimanapun dia berada Manusia
merupakan organisme terpadu yang sangat kompleks yang mampu bereaksi terhadap
lingkungan. Pada hakekatnya manusia adalah machluk Tuhan yang paling indah dan
paling tinggi derajatnya serta merupakan khalifah di muka bumi ini.
b.
Kandungan Materi.
Untuk menjelaskan siapa manusia itu, Zais (1976,
hal.201) mengajukan empat pertanyaan tentang hakekat manusia dengan melihat
manusia dari empat sudut pandang, yaitu (1) apakah manusia itu berupa jiwa dan
raga ?; (2) apakah manusia itu tetap atau berubah; (3) apakah manusia itu bebas
atau terikat dan (4) apakah manusia itu baik atau jelek.
(1). Pandangan
pertama menganggap manusia terdiri dari jiwa dan raga dimana jiwa mengendalikan
raga. Kaum mentalistik memandang manusia terutama terdiri dari keadaan
mentalnya. Karena itu tujuan utama pendidikan adalah pengembangan karakter
moral sosial. Perkembangan karakter anak merupakan suatu proses intelektual
yang terjadi melalui perkembangan sekumpulan massa ide-ide dalam kepala anak
didik. Karena itu sangat perlu mengajarkan ide-ide baru pada anak dengan mengaitkan ide tersebut dengan ide
yang telah ada dalam kepala anak.
(2). Pertanyaan ke dua yaitu apakah manusia
itu konstan atau berubah?. Zais (1976. hal.200) mengutip Robert Hitchins yang
menganggap manusia itu konstan dimana manusia itu akan tetap sama dimanapun dia
berada. Sebaliknya Sidney Hook dalam Zais (1976. hal. 215) menolak anggapan
bahwa manusia itu konstan. Buktinya adalah terjadinya perubahan dalam
kebudayaan manusia. Menurut Hook, manusia tidak akan berubah kalau dia
tidak ingin melakukan perubahan. Yang
paling hangat diperdebatkan adalah mengenai potensi manusia yang berkaitan
dengan inteligensi. Ada yang beranggapan bahwa inteligensi manusia diturunkan
(bersifat generik) dan bersifat konstan, jadi kemampuan anak dalam belajar juga
bersifat konstan karena dibawa sejak lahir. Karena itu menurut kelompok ini,
anak yang bodoh walau diajar oleh siapapun dan dengan cara bagaimanapun akan
tetap bodoh. Pendapat ini ditentang oleh kelompok lain dimana inteligensi
tergantung pada lingkungan, karena itu dapat berubah. Menurut kelompok ini IQ
anak yang rendah adalah karena tidak mendapat kesempatan untuk dikembangkan.
Jadi anak yang dilatih dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya
akan meningkat IQ nya jika lingkungan
menyokong terjadinya peningkatan itu.
(3) Apakah
manusia itu bebas atau terikat? Pandangan
yang menganggap manusia itu bebas adalah pandangan tradisional dan juga baru. Pandangan
tradisional melihat manusia sebagai sumber energi, sebagai penuntun, sebagai
penentu dan merupakan tuan terhadap dirinya sendiri (Zais. 1976. hal. 211).
Sedang yang baru menganggap manusia itu tidak memiliki kebebasan, tetapi dia
merupakan kebebasannya. Menurut Zais
(1976. hal 210), manusia memiliki potensi. Potensi ini akan mampu menakluk-kan
kekuatan alam untuk mengurangi keterikatan manusia pada alam.
(4) Pandangan keempat, apakah manusia itu baik atau
jelek? Ada dua
pandangan juga dalam memandang manusia. Pandangan pertama menganggap semua
manusia itu baik sejak dia dilahirkan, tapi lingkungan yang membuat seseorang
menjadi jelek. Pandangan lain adalah menganggap manusia itu jelek yaitu berasal
dari ajaran agama di Barat. Buktinya adalah dari sejarah adanya manusia, dimana
nabi Adam dan Hawa telah berbuat melawan Tuhan dalam kebun Eden sehingga mendapat kutukan (Zais. 1976.
hal. 214).
Manusia
memiliki tingkah laku yang tidak sama. Maslow yang dikutip Zais (1976. hal.
222-225) mengkategorikan tipe manusia yaitu :
1.
Orang yang tergantung dan yang tidak
tergantung pada lingkungannya. Menurut Maslow, orang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dan
memperoleh rasa aman, rasa cinta, dan pengakuan dari orang lain. Karena itu,
manusia itu sangat tergantung pada lingkungannya. Tipe yang berlawanan dengan
ini adalah orang yang tidak tergantung pada lingkungannya. Orang dengan tipe
ini sangat percaya diri, tidak memerlukan orang lain, mandiri serta tidak
merasa memerlukan pikiran atau uluran tangan orang lain. Dia tidak merasa perlu
untuk dihargai orang lain dan tidak mengharapkan pujian dari orang lain.
2.
Orang
yang percaya diri dan yang kurang percaya diri. Persepsi orang yang mempunyai motivasi rendah diwarnai dengan
ketergantungan pada lingkungan. Dia melihat orang lain sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhannya, misalnya seorang pelayan restoran sebagai pembawa
makanan, seorang tukang pos sebagai pengantar surat dan sebagainya. Dalam
hubungan yang demikian, orang yang terlibat tidak sadar terhadap realita
dirinya yang memanipulasi tingkah lakunya. Orang tipe ini kurang percaya diri.
Lawannya adalah orang yang percaya diri. Tipe ini tidak memandang orang lain
sebagai sumber pemenuhan kebutuhannya karena dia tidak membutuhkan orang lain.
Hubungannnya dengan orang lain lebih berupa hubungan obyektif, berdasarkan
kedudukan yang sederajat. Dia menghargai seseorang karena menurutnya orang itu
pantas untuk dihargai, bukan karena orang itu dapat memberikan sesuatu yang
dibutuhkannya.
Orang yang kurang motivasi cenderung berpikir dikotomi, yaitu hitam-putih,
buruk-jelek dan seterusnya. Sedang orang yang termotivasi dapat melihat dunia
lebih obyektif. Dia tipe orang yang tidak suka diperalat. Teori Maslow dianggap
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemahaman kita tentang hakekat manusia.
Pada diri
manusia dapat dilihat lima dimensi kemanusiaan yaitu: dimensi keindividuan
berhubungan dengan potensi, dimensi kesosialan berhubungan dengan komunikasi
dan kebersamaan, dimensi keberagamaan berhubungan dengan iman dan taqwa,
dimensi kesusilaan berhubungan dengan nilai dan moral, dan dimensi kefitrahan
dengan kata kunci kebenaran dan keluhuran. Kelima dimensi ini akan menyatu dan
menuju pada perkembangan individu menjadi manusia seutuhnya.
Untuk
memungkinkan individu berkembang ke arah yang dimaksud, diperlukan panca daya,
yaitu daya cipta, daya karsa, daya rasa, daya karya dan daya taqwa. Panca daya
ini menjadi hakiki dari keseluruhan dimensi kemanusiaan. Panca daya ini
dimanifestasikan sebagai inteligensi rasional, inteligensi sosial, inteligensi
emosional, inteligensi instrumental dan inteligensi spriritual.
Manusia
merupakan suatu organisme terpadu yang sangat kompleks yang mampu bereaksi
terhadap lingkungan. Tingkah laku manusia dikendalikan oleh cita-cita,
kepercayaan dan tingkah laku lainnya yang menciptakan makna atau arti. Manusia
merupakan unsur utama terutama dalam kegiatan pendidikan. Manusia sebagai
obyek, subyek dan instrumen dalam upaya membangun peserta didik. Dalam kaitan
ini semua, kajian tentang manusia serta pemahaman, penyikapan dan perlakuan
terhadap manusia menjadi hal yang sangat esensial dalam pendidikan. Ada rumusan yang
mengatakan bahwa “pendidikan adalah memanusiakan manusia” belum menjelaskan
pengertian, arah ataupun karakteristik pendidikan. Sebab, dengan mengartikan pendidikan
sebagai memanusiakan manusia itu apakah berarti peserta didik yang menjalani
pendidikan itu belum atau bukan manusia ?
Pada hakekatnya manusia adalah machluk
Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derjatnya serta merupakan khalifah di
muka bumi ini. Manusia juga sebagai makhluk yang bertaqwa kepada
penciptanya Inilah konsep yang
menunjukkan harkat dan martabat manusia
(HMM), sekaligus kemuliaan kemanusiaan manusia. Dalam harkat martabat dan
kemuliaan itu pada diri manusia terdapat lima
dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi
kesusilaan, dimensi keberagamaan dan dimensi kefitrahan..Dimensi-dimensi itu
dilengkapi dengan seperangkat instrumentasi dasar pada diri setiap individu,
yaitu daya cipta, daya rasa, daya karsa, daya karya dan daya taqwa. (Prayitno.
2005;11)
Pengembangan
manusia seutuhnya mengacu kepada kualitas manusia dengan harkat dan martabatnya
seiring dengan pengembangan ke lima
dimensi kemanusiaan dan panca daya itu dengan kondisi hak-hak azasi kemanusiaannya.
c. Kedudukan /peran dan fungsi dalam teori/praktek pendidikan
Pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia,
merupakan media untuk memuliakan manusia. Pendidikan ini terjadi antara manusia
dengan manusia, untuk manusia dalam suatu hubungan antar manusia. Kegiatan
pendidikan, yang dilaksanakan melalui hubungan pendidikan antara pendidik dan
peserta didik, merupakan upaya yang istimewa karena dengan pendidikan itulah
manusia dipersiapkan untuk menjalani kehidupannya, memperkembangkan
kehidupannya, serta diarahkan untuk mencapai tujuan kehidupannya. Dalam dunia
pendidikan, manusia merupakan intinya, karena yang terlibat dalam pendidikan
adalah manusia sebagai obyek pendidikan dan manusia seagai subyek pendidikan. Keduanya terkait dalam suatu kegiatan proses
pembelajaran.
d. Keterkaitan dengan unsur-unsur lain
Manusia merupakan unsur utama dan terutama dalam kegiatan pendidikan. Manusia
sebagai subyek, obyek dan instrumen dalam upaya membangun peserta didik, sebagai
sasaran pendidikan (peserta didik),
sumber pendidikan dan pelaksana pendidikan
(pendidik). Tujuan pendidikan mengacu kepada tujuan kehidupan manusia,
yaitu hakekat kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Antara pendidik dan peserta
didik terjadi interaksi untuk mencapai tujuan pendidikan melalui proses pendidikan dan pembelajaran.
2. TUJUAN
a. Pengertian.
Tujuan pendidikan merupakan aspek kehidupan manusia yang mengacu pada
harkat dan martabat manusia (HMM) dan aspek susio-kultural yang akan dicapai
dalam proses pendidikan. Tujuan ini dirinci dalam tujuan instruksional.
Tujuan Instruksional adalah hasil belajar yang diharapkan dikuasai peserta
didik setelah menyelesaikan program
pendidikan. Hasil belajar merupakan sasaran yang dicapai melalui proses
pembelajaran. Sejumlah sasaran belajar merupakan terminal-terminal untuk
mencapai tujuan instruksional yang direncanakan.
b. Materi
Tujuan pendidikan dibedakan atas purposes,
aims, goals dan objectives. Semua tujuan dimaksudkan sebagai tujuan yang
ingin dicapai (purposes), tapi dalam tingkat yang berbeda-beda. Aims
menunjukkan tujuan umum, merefleksikan suatu tingkat tujuan pendidikan
berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat (Miller & Seller (dalam
Ansyar. 1989; 93). Aims ini dapat diibaratkan dengan tujuan pendidikan nasional.
Aims atau tujuan pendidikan nasional tidak berkaitan langsung dengan hasil
pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar-mengajar dalam ruang kelas.
Aims merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi sekolah, dan
hasilnya mungkin akan terlihat setelah proses belajar-mengajar di sekolah
selesai. Misalnya, rasa tanggung jawab pada negara, menjadi manusia yang utuh,
sosial dan demokratis.
Untuk mencapai tujuan umum (aims) perlu ditentukan tujuan khusus yang
disebut goals. Goals merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan
objectives. Objectives yaitu tujuan yang dicapai sebagai hasil belajar dalam
ruang kelas. Dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar menurut
suatu sistem sekolah. Goals bisa diumpamakan sebagai Tujuan Kurikulum sekolah
atau Tujuan Institusional. Sedang objectives
adalah tujuan yang ditentukan oleh guru berdasarkan GBPP terhadap pembelajaran
pokok bahasan. Misalnya TIU dan TIK yang ditentukan berdasarkan kemampuan/kompetensi
yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran dilakukan. TIU (Tujuan
Instruksional Umum) adalah hasil belajar yang diharapkan dikuasai siswa setelah
menyelesaikan program pendidikan. Sedang tujuan instruksional khusus adalah rumusan tujuan pembelajaran yang merupakan
perilaku yang dinyatakan dalam kata-kata yang jelas dan mengandung satu
pengertian dalam bentuk kata kerja yang observable. Contohnya : siswa harus
menguasai prinsip-prinsip dasar Ilmu kimia, atau siswa dapat menyelesaikan 4
dari 5 soal persamaan kuadrat dengan benar.
Arah dan tujuan pendidikan suatu negara berbeda dengan negara yang lain,
tergantung pada falsafah yang dianut. Tujuan pendidikan Islam secara umum dapat
dibagi dalam tiga kelompok utama, yaitu tujuan jasmani, tujuan rohani dan
tujuan pendidikan akal. Tujuan jasmani yang dituntut adalah kesehatan jasmani
karena menurut hadis Nabi : orang mukmin yang kuat lebih disayangi Allah dari
pada orang mukmin yang lemah. Tujuan rohani berkaitan dengan peningkatan
moralitas dan menerima cita-cita ideal yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tujuan
pendidikan akal berhubungan dengan
perkembangan intelegensi yang mengerahkan orang untuk menemukan
kebenaran yang sebenarnya.
Dengan berbasis kepada kemanusiaan manusia, tujuan pendidikan mengacu
kepada tujuan kehidupan manusia, yaitu kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Tujuan ini sejajar dengan harkat dan martabat manusia. Tujuan pendidikan, baik
yang bersifat menyeluruh dan umum, maupun jabarannya terarah untuk terwujudnya
kemanusiaan manusia, melalui pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan serta
panca dayanya.
Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yang saling
terkait yaitu (Zais. 1976. hal.307):
1). Tujuan di arahkan pada pencapaian pola nilai utama. Nilai ini merupakan
refleksi dari pandangan filsafat, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol
terhadap ciri-ciri ketiga tujuan pendidikan lainnya.
2). Tujuan pendidikan adalah organisasi sosial
yang lebih disukai.
3). Peranan sosial yang lebih diinginkan.
4). Gaya hidup yang lebih disenangi.
Nomor 2, 3 dan 4 mengacu pada klasifikasi pertama.
Schubert dalam Ansyar (1989. hal. 102) mengajukan empat tujuan pendidikan,
yaitu sosialisasi, pencapaian atau prestasi, pertumbuhan dan perubahan sosial.
Sosialisasi merupakan tujuan yang harus dicapai anak didik agar mereka dapat
hidup dengan baik di masyarakat. Hal ini berkaitan dengan etika kemasyarakatan,
adat istiadat, sikap, tingkah laku dan sebagainya.
Klasifikasi tujuan pendidikan yang lebih sistematik dikemukakan oleh Bloom.
Skema taksonomi diklasifikasikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Ranah kognitif diklasifikasikan dalam suatu urutan
hirarkhi, mulai dari tingkat berpikir pada level yang sederhana menuju tingkat
berpikir intelektual yang lebih kompleks, yaitu 1. pengetahuan. 2. Pemahaman.
3. Aplikasi. 4. Analisis. 5. Sintesis. 6. Evaluasi. Sekarang ditambah untuk level ke 7 yaitu
kreativitas.
Pengetahuan: meliputi mengingat hal-hal yang spesifik, metoda, struktur dan
sebagainya seperti kategori, kriteria , prinsip, struktur dll. Pemahaman:
memakai tipe sesuatu untuk memahami aplikasiny secara penuh, misalnya
terjemahan, interpretasi dan ekstrapolasi. Aplikasi : kemampuan mengaplikasikan
generalisasi atau aturan-aturan pada situasi khusus. Analisis : kemampuan
mengklasifikasikan sesuatu secara hirarchis dari setiap komponen ayng membentuk
sesuatu, seperti analisis elemen-elemen, hubungan-hubungan, dan analisis
prinsip organisasi. Sintesis: kemampuan untuk mengatur dan mengkombinasikan
sejumlah elemen-elemen yang tidak teratur menjadi sesuatu yang terstruktur.
Misalnya menciptakan sesuatu yang unik. Evaluasi: pengujian terhadap materi,
metoda, dana lain-lain dengan memakai kriteria tertentu yang mencakup kemampuan
untuk mengevaluasi berdasarkan bukti-bukti internal dan kriteria eksternal.
Ranah afektif mencakup
tujuan-tujuan yang berkaitan dengan dimensi perasaan, tingkah laku atau
nilai seperti apresiasi terhadap karya
seni, berbudi pekerti yang luhur dan sebagainya. Ranah afektif dibagi dalam
lima tingkatan, dimulai dari kesadaran yang sederhana menuju ke kondisi dimana perasaan memegang peranan penting
dalam mengontrol tingkah laku. Tingkatan ranah afektif adalah :1. Menerima:
yaitu sensitif terhadap adanya suatu fenomena kondisi, situasi, atau suatu
masalah yang mencakup kesadaran, kesediaan, menerima dan perhatian terhadap
adanya suatu fenomena beserta implikasinya. 2. Responsif: perhatian atau reaksi
terhadap suatu fenomena dengan menunjukkan perhatian atau dengan melakukan
sesuatu, tetapi tidak memberikan komitmen
yang mencakup penerimaan terhadap adanya suatu kondisi dan kesenangan
bertindak. 3. Menghargai: persepsi atas guna dan manfaat suatu fenomena yang
mencakup penerimaan terhadap suatu nilai, keinginan untuk menghargai nilai itu,
serta komitmen atas nilai itu. 4. Organisasi: pengembangan nilai-nilai
masyarakat yang mencakup konseptualisasi
nilai-nilai serta keinginan untuk mendambakan nilai itu sebagai suatu sistem
yang hidup di masyarakat. 5. Karakterisasi; pengembangan dan internalisasi
nilai-nilai yang telah ada agar menjadi bagian dari cara hidup sendiri atau
menjadi budaya masyarakat.
Ranah psikomotor berkaitan dengan tujuan kurikulum dan tujuan
instruksional yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan, seperti
memainkan alat musik, melempar cakram dan sebagainya. Ranah ini dibagi atas
empat tingkatan mulai dari yang sederhana ke tingkat yang kompleks, yaitu 1.
Observasi : perhatian terhadap unjuk kerja dari seseorang yang lebih berpengalaman.
2. Meniru: melakukan keterampilan utama secara lebih sempurna. 3. Praktek: mengulangi
berkali-kali seperangkat fenomena sementara usaha sadar untuk melakukan itu berkurang. 4. Adaptasi:
penyempurnaan keterampilan, walau perbaikan lanjutan masih mungkin.
c. Kedudukan/peran tujuan
dalam teori/praktek pendidikan.
Tujuan
pembelajaran yang disebut juga tujuan instruksional merupakan kunci yang
menentukan kemana siswa akan dibawa dalam proses pembelajaran. Ibarat membawa
mobil, kemana arah yang akan dituju harus ditentukan lebih dahulu. Dalam proses
pembelajaran, tujuan instruksional merupakan hal yang utama dan harus
ditentukan lebih dahulu. Mungkin sebagian guru berpendapat sebelum mengajar
yang dicari dahulu adalah buku ajar untuk mencari materi yang akan di ajar.
Pemikiran seperti ini salah karena hal pertama yang akan dilakukan guru yang
akan mengajar adalah menentukan apa tujuan pembelajaran (disebut juga tuuan
instruksional). Mau dibawa kemana anak didik?.
Tujuan
instruksional merupakan satu-satunya dasar dalam menyusun kisi-kisi tes, serta
merupakan alat untuk menguji validitas isi tes. Dalam menentukan isi pelajaran
yang akan diajarkan, disesuaikan dengan apa yang akan dicapai yaitu tujuan
instruksional. Tujuan instruksional menjadi arah proses pengembangan
instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang akan dicapai siswa pada akhir proses pembelajaran. Keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem
pembelajaran ayng digunakan guru.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Proses
pembelajaran yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai
tujuan instruksional yang telah ditentukan. Tujuan ini dirumuskan berdasarkan harkat dan
hakekat manusia yaitu peserta didik. Setelah tujuan dirumuskan, guru harus
mempersiapkan materi yang menunjang /sesuai agar pembelajaran dapat
dilaksanakan. Berdasarkan tujuan, ditentukan metode yang tepat yang akan
digunakan untuk pokok bahasan tertentu.
Kemudian sebagai alat bantu agar proses pembelajaraan berlangsung dengan
baik, diperlukan media/alat bantu pembelajaran. Lingkungan pembelajran yang
kondusif diperlukan agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik. Tujuan
pembelajaran juga berkaitan erat dengan evaluasi, karena melalui evaluasi
nantinya akan dilihat sejauh mana tujuan yang ditetapkan tercapai.
3.
PESERTA DIDIK
a. Definisi
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan
jenis pendidi-kan tertentu.
b. Materi
Peserta didik adalah komponen situsi
pendidikan yang berada pad\a posisi aktif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Eksistensi dari peserta didik adalah dalam rangka mengembangkan diri dengan HMM
nya untuk mencapai tujuan pendidikan. Peserta didik menjadi fokus , arah dan
sasaran kegiatan yang dilaksanakan oleh
pendidik dalam situasi pendidikan.
Manusia dilahirkan sebagai khalifah di muka
bumi. Ayat ini mengandung makna bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang
paling sempurna karena dibekali dengan akal. Akal ini berupa potensi yang luar
biasa besarnya. Potensi dimaksud tidak akan berarti bila tidak dikembangkan.
Pendidikan adalah mengembangkan potensi agar seseorang menjadi manusia
sebagaimana yang diinginkan oleh yang maha pencipta. Pendidikan berfungsi
memanusiakan manusia, yakni menjadi manusia yang makin sempurna. Landasan
filosofis ini sesuai dengan fungsi pendidikan pada Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (USPN) No. 20/2003 yang menegaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian, sejak keluarnya UUSPN No.
20/2003, mulailah paradigma baru dalam sistem pendidikan nasional, bahwa fungsi
dan tugas pendidik bukan lagi menekankan pada mengajar, tetapi membelajarkan
peserta didik.
Peserta didik mengambil alih tanggungjawab
untuk membelajarkan dirinya sedangkan guru memfasilitasi dan mendorong agar
mereka mampu membelajarkan dirinya. Oleh karena itu, peran guru bukannya
menjadi lebih ringan tetapi lebih membutuhkan keahlian sesuai dengan fungsinya.
Pengembangan potensi diri peserta didik hanya dapat berlangsung dengan baik
bila dibimbing oleh guru yang menguasai empat kompetensi induk yakni kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi
kepribadian. Manakala Bloom (2001) memilah kompetensi tujuan belajar menjadi
tiga ranah, kognitif, afektif dan psikomotor, pada sistem pendidikan nasional
dilengkapi dengan ranah spiritual keagamaan dan ketrampilan sosial sesuai
dengan kekhasan masyarakat Indonesia yang Pancasilais. Perbedaan ini disebabkan
oleh kekhasan masyarakat dan politik yang memasukkan keberagamaan menjadi
bagian dari tujuan sistem pendidikan nasional. Peserta didik mengembangkan
potensi dirinya secara utuh agar menjadi warga negara yang Pancasilais, yakni
menjadi penganut agama yang baik, memiliki rasa kemanusiaan, rasa nasionalisme,
demokratis dan memiliki tanggungjawab sebagai makhluk sosial.
Perbedaan
individu peserta didik diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional. Pada
setiap sekolah diangkat konselor pendidikan yang profesional dan berfungsi
mengarahkan peserta didik dalam hal pemilihan karir. Peran konselor menjadi sangat
penting karena mereka kurang memiliki kemampuan dalam mengenal dirnya sendiri
dan memilih karir apa yang sesuai dengan potensi. Kondisi persekolahan kita
saat ini, belum semua sekolah memiliki guru Bimbingan Konseling (BK) yang
dididik khusus oleh LPTK karena belum sepenuhnya disadari pentingnya peran
tenaga BK.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam
teori/praktek pendidikan
Peserta
didik merupakan faktor yang menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar. Guru
yang bijaksana selalu berpikir bagaimana agar peserta didik dapat mengerti apa yang
disampaikannya, apakah murid telah mengalami proses belajar mengajar, apakah
materinya sesuai dengan tingkat pemahaman
dan kematangan anak, apakah siswa tertarik dan termotivasi untuk belajar
dan masih banyak lagi pertanyaan yang seharusnya ada dalam pikiran guru. Pusat
pemikiran adalah untuk kebaikan siswa. Karena itu peserta didik adalah kunci
dari seluruh proses kegiatan belajar yang dilakukan. Tujuan pembelajaran harus
disesuaikan dengan kemampuan dan tingkat kematangan peserta didik, media
dirancang agar peserta didik tertarik dan mudah memahami konsep serta pendidik
harus menggunakan high-touch yaitu memanfaatkan kewibawaan yang meliputi adanya
pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, penguatan, tindakan tegas yang
mendidik, pengarahan dan keteladanan. Selain itu high-tech juga digunkan yaitu
pemanfaatan kewiyataan seperti materi
pembelajaran, metode pembelajaran, alat bantu/media, lingkungan pembelajaran
dan evaluasi hasil pembelajaran.dalam proses pembelajaran.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Peserta
didik akan berinteraksi dengan pendidik dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu tujuan kehidupan manusia, kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat. Dalam proses
pembelaajran itu peserta didik diperlakukan dengan menggunakan high-tech berupa
kewiyataan dan pendekatan high-touch.berupa kewibawaan.
4. PENDIDIK
a. Definisi
Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru , dosen, konselor , pamong belajar, widyaswara,
tutor, innstruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya , serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU
Sisdiknas.2003. Fasal 1 ayat 6)
b. Materi
Pendidik
adalah komponen situasi pendidikan yang berada dalam posisi aktif mengembangkan proses pembelajaran ayng
memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendidik
merupakan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pendidikan dalam situasi
pendidikan.
Pendidik merupakan
salah satu pilar atau komponen utama yang dinamis dalam mencapai tujuan pendidikan
serta untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Guru sebagai pendidik adalah
salah satu jenis jabatan profesional di dalam bidang kependidikan. Sebagai
jabatan, guru harus dipersiapkan melalui pendidikan dalam jangka waktu tertentu
dengan seperangkat mata kuliah serta beban Sks tertentu sesuai dengan
jenjangnya. Pendidikan yang dimaksud adalah untuk mendidik calon guru yang
kelak mampu melaksanakan tugas secara profesional. Tugas profesional guru dapat
dipilahkan menjadi empat fungsi sekalipun di dalam praktik merupakan satu
kesatuan terpadu saling terkait, mendukung dan memperkuat satu terhadap aspek
yang lain. Empat fungsi yang dimaksud adalah; 1) guru sebagai pengajar , 2)
guru sebagai pendidik, 3) guru sebagai pelatih, dan 4) guru sebagai pembimbing.
Untuk dapat menjadi guru yang
profesional dalam mengelola pembelajaran (sebagai representasi pelaksanaan
tugas dan fungsinya) dituntut memiliki penguasaan isi bidang studi,
pemahaman karakteristik peserta didik, melakonkan pembelajaran yang mendidik,
dan potensi pengembangan profesionalisme dan kepribadian (Depdiknas, 2002; dan
Depdiknas, 2004). Keempat rumpun standar kompetensi guru tersebut dapat diuraikan secara
singkat sebagai berikut.
Penguasaan bidang studi. Indikator penguasaan bidang studi ini meliputi pe-mahaman
karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan ajaran, pemahaman disiplin ilmu
yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodologi ilmu
yang bersangkutan untuk memverifikasikan dan memantapkan pemahaman konsep
yang dipelajari, dan penyesuaian substansi ilmu yang bersangkutan dengan
tuntutan dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman tata kerja dan cara
pengamanan kegiatan praktik. Hal ini menjadi penting dalam memberikan dasar-dasar
pembentukan kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah. Dengan menguasai
isi bidang studi yang diajarkan guru dapat memilih, menetapkan, dan alternatif
strategi berinteraksi dari berbagai sumber belajar yang gayut dengan kompetensi
lulusan yang akan dicapai dalam pembelajaran.
Pemahaman tentang peserta didik. Pemahaman tentang karakteristik peserta didik meliputi pemahaman
berbagai ciri peserta didik, pemahaman tahap-tahap perkembangan peserta didik
dalam berbagai aspek dan penerapannya (aspek kognitif, aspek afektif, Aspek
Psikomotorik) dalam mengoptimalkan perkembangan dan pem-belajaran peserta
didik. Guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sihadapkan pada suatu
komunitas individu yang memiliki variasi karakteristik yang sebanding dengan
jumlah individu dalam komunitas tersebut. Komunitas yang dimaksud dapat berrupa
kelompok pebelajar (kelas). Pemahaman terhadap aspek ini oleh para guru menjadi
prasyarat dapat melakukan strategi pembimbingan, pelatihan yang sesuai
dengan karkateristik individu pebelajar yang difasilitasi.
Melakonkan pembelajaran yang mendidik. Penguasaan pembel-ajaran yang mendidik terdiri atas pemahaman konsep
dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta
penerapannya dalam pelaksanaan dan pengembangan proses pembelajaran yang
mendidik. Ciri pembelajaran yang men-didik adalah guru dalam upaya
memfasilitasi perkembangan potensi individu secara optimal dan bersinergi
antara pengembangan potensi pada ranah tertentu (kognitif, afektif,
psikomotorik). Upaya memfasilitasi setiap aspek tersebut dalam pembelajaran
selalu mengacu pada pembentukan kemampuan individu yang utuh dalam kompetensi
kecakapan hidup yang bermartabat, bermoral, dan bertanggung jawab.
Pengembangan Kepribadian dan Keprofesionalan. Pengembangan kepri-badian dan keprofesionalan
mencakup pengembangan intuisi keagamaan, intuisi ke-bangsaan yang
berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasi diri, serta sikap dan
kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan. Guru dalam melaksanakan tugasnya
selalu bersikap terbuka, kritis, dan skeptis untuk mengaktu-alisasi pengusaan
isi bidang studi, pemahaman karaktersitik peserta didik, dan mela-konkan
pembelajaran yang mendidik. Di samping itu, guru dalam melaksanakan tugas perlu
dilandasi sifat ikhlas dan bertanggungjawab atas profesi yang menjadi pilihan,
sehingga berpotensi menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan memiliki jati
diri. Guru yang bercirikan seperti terakhir ini, dalam penguasaan dan
representasinya dalam mengelola pembelajaran dapat menjadi contoh dan tidak
hanya sekedar pandai memberikan contoh.
Keempat standar kompetensi guru masih
bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang beriman dan bertakwa, dan sebagai warganegara
Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab (Depdiknas, 2004).
Kerangka pengembangan keempat
standar kompetensi guru di atas perlu didasarkan pada (1) landasan konseptual
yang mapan: asumsi dasar, landasan teoretik, peraturan perundangan yang berlaku;
(2) landasan empirik yang solid dan kokoh: fenomena pendidikan yang ada, perian
kondisi, strategi, dan hasil di lapangan, dan kebutuhan stakeholders; (3)
jabaran indikator tugas dan fungsi guru: mendidik, mengajar, melatih, dan
membimbing pebelajar; (4) jabaran indikator standar kompe-tensi:rumpun
kompetensi, butir kompetensi, dan indikator kompetensi; dan (5) pengalaman
belajar dan asesmen sebagai tagihan konkret yang dapat diukur dan diamati untuk
setiap indikator kompetensi (Depdiknas, 2004).
Untuk
menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara
mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada
siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai
cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya
dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari
masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Profesionalisme
guru dapat diwujudkan melalui pemberdayaan potensi dan prestasi guru.
Seorang guru disebut sebagai guru
profesional karena kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesi guru secara
utuh. Dengan demikian
sifat utama dari seorang guru profesional adalah kemampuannya dalam mewujudkan
kinerja profesional yang sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan.
Sifat-sifat ini mencakup ciri-ciri
kepribadian guru dan penguasaan keterampilan teknis keguruan. Dengan kata lain seorang guru hendaknya
memiliki kompetensi yang mantap. Kompetensi merupakan seperangkat penguasaan
kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerja
profesionalnya secara tepat dan efektif. Kompetensi tersebut berada dalam
pribadi diri guru yang bersumber dari kualitas kepribadian, serta pendidikan
dan pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual,
penguasaan materi dan srategi pembelajaran, fisik, pribadi, sosial, dan
spiritual.
Guru yang
profesional juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang hakekat
manusia, dan masyarakat. Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan pola
kerja guru dan loyalitasnya kepada profesi pendidikan. Juga dalam implementasi
proses belajar mengajar guru harus mampu mengembangkan budaya organisasi kelas,
dan iklim organisasi pengajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah,
dialogis sehingga menyenangkan bagi peserta didik sesuai dengan tuntutan
Undang-Undang Sisdiknas.
Kompetensi Profesional
1. Penguasaan materi. Seorang guru harus menguasai
(mastery) dalam bidangnya. Beberapa hal
yang paling mendasar dan harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan dalam
menjabarkan isi atau materi pelajaran, sebagaimana yang dituntut oleh
kurikulum. Dalam proses penjabaran tersebut, guru juga harus mampu
menentukan secara tepat materi apa saja yang relevan
dengan tuntutan kebutuhan dan kemampuan anak didik. Beberapa kriteria dalam
memilih dan menentukan materi yang diajarkan kepada siswa.
Kriteria
tersebut adalah :
§ Validitas
(validity) atau tingkat ketepatan materi. Sebelum
memberikan materi pelajaran seorang guru harus yakin bahwa materi yang
diberikan telah teruji kebenarannya. Artinya guru harus menghindari memberikan
materi (data, dalil, teori, konsep dan sebagainya) yang sebenarnya masih dipertanyakan
atau masih diperdebatkan. Hal ini untuk menghindarkan salah konsep, salah
tafsir atau salah pemakaian.
§ Keberartian
atau tingkat kepentingan materi tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dan
kemampuan siswa. Materi pelajaran yang diberikan harus relevan dengan keadaan
dan kebutuhan siswa. Sehingga materi yang diajarkan bermanfaat bagi siswa.
Kebermanfaatan tersebut diukur dari keterpakaian dalam pengembangan kemampuan
akademis pada jenjang selanjutnya dan keterpakaiannya sebagai bekal untuk hidup
sehari-hari sehingga dalam mempelajari materi tersebut, siswa memiliki
kepercayaan bahwa ia akan mendapat penghargaan nantinya.
§ Relevansi
(relevance) dengan tingkat kemampuan siswa, artinya tidak terlalu sulit,
tidak terlalu mudah dan disesuaikan dengan variasi lingkungan setempat dan
kebutuhan di lapangan pekerjaan serta masyarakat pengguna saat ini dan
yang akan datang.
§ Menarik
(interes), pengertian menarik disini bukan hanya sekeder
menarik perhatian siswa pada saat mempelajari suatu materi pelajaran. Lebih
dari itu materi yang diberikan hendaknya mampu memotivasi siswa sehingga siswa
mempunyai minat untuk mengenali dan mengembangkan keterampilan lebih lanjut dan
lebih mendalam dari apa yang diberikan melalui proses belajar mengajar
disekolah.
§ Kepuasan
(Satisfacation) kepuasan yang dimaksud merupakan hasil
pembelajaran yang diperoleh siswa antinya benar-benar bermanfaat bagi
kehidupannya, dan siswa benar-benar dapat bekerja dengan menggunakan dan
mengamalkan ilmu yang diperoleh tersebut. Dengan memperoleh nilai/ insentif
yang sangat berarti bagi kehidupannya dimasa depan.
2. Penguasaan metode pembelajaran dapat ditujukan
melalui proses pemilihan strategi pembelajaran yang tepat oleh guru termasuk
variasi cara belajar serta pengelolaan waktu yang
efisien. Pemilihan strategi pembelajaran sangat ditentukan
oleh konteks pembelajaran, terutama variasi kemampuan, minat dan kebutuhan
siswa, serta variasi sarana dan sumber belajar yang dimiliki oleh suatu
sekolah/daerah. Kemampuan guru dalam menguasai metode yang tepat dapat
dilihat dari proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas maupun dalam
praktek keterampilan teknik, yaitu mulai dari perencanaan, proses belajar,
praktek di lapangan sampai ada pengukuran hasil
yang dicapai setelah proses belajar mengajar berlangsung.
3. Selain menguasai metode guru juga
perlu menguasai dan memahami alat bantu pembelajaran
dan lebih umum adalah teknologi pembelajaran dan teknologi pendidikan. Di masa
depan dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan
ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari
menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan,mengimplemen- tasikan,
dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
4 Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan yang
sistematis dalam melakukan justifikasi terhadap pengembangan belajar siswa. Kemampuan guru
dalam penguasaan teknik evaluasi ditunjukkan dari kemampuannya mendesain pola
evaluasi, menyusun instrumen, menetapkan sasaran, melihat hasil yang diperoleh
siswa, serta pemilihan tindakan yang tepat sebagai upaya untuk menindaklanjuti
hasil penilaian/pengukuran.
5. Kompetensi
fisik adalah perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Untuk itu guru harus sehat
jasmani dan rohani, mampu bekerja sesuai dengan beban dan jam kerja yang
ditentukan
6. Kompetensi
pribadi adalah perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan
transformasi diri, identitas diri dan pemahaman diri. Kompetensi
pribadi mencakup kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri,
mengendalikan diri dan menghargai diri.
7. Kompetensi
Sosial adalah perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman
diri sebagai bagian yang takterpisahkan dari lingkungan sosial serta
tercapainya interaksi sosial secara efektif. Kompetensi sosial
mencakup kemampuan interaktif dan pemecahan masalah kehidupan sosial.
8. Kompetensi
spriritual adalah pemahaman, penghayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah
keagamaan.
Selain kompetensi di atas yang harus
dimiliki guru sebagai landasan kemampuan
profesionalnya, seorang juga juga dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan
tertentu agar kemampuan profesionalnya bisa terpenuhi. Kemampuan-kemampuan yang harus dikuasai guru misalnya kemampuan dalam:
- merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan,
- mengelola kegiatan individu,
- menggunakan multi metoda, dan memanfaatkan media,
- berkomunikasi interaktif dengan baik,
- memotivasi dan memberikan respons,
- melibatkan siswa dalam aktivitas,
- mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa,
- melaksanakan dan mengelola pembelajaran,
- menguasai materi pelajaran,
- memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran,
- memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen,
- mampu melaksanakan penelitian,
- menguasai bahasa asing (misalnya bahasa Inggris) paling tidak pasif,
- mengenal dan mampu mengaplikasikan teknologi pembelajaran termasuk informasi untuk menunjang proses pembelajaran.
- Selain hal-hal sebagaimana diuraikan sebelumnya guru juga perlu memiliki beberapa karakter berikut ini:
- komitmen dan konsistensi,
- tanggung jawab,
- keterbukaan,
- orientasi reward and punisment,
- kemampuan kreativitas
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek pendidikan
Sebagian
orang beranggapan bahwa guru sebagai pendidik adalah orang yang membantu orang lain belajar.
Tugasnya tidak hanya melatih, menerangkan, memberi ceramah, tetapi juga
mendisain materi pelajaran, membuat pekerjaan rumah, mengevaluasi prestasi
siswa, dan mengatur kedisiplinan. Selain itu juga mengatur kelas, menciptakan
pengalaman belajar dan membimbing siswa. Kedudukan guru dalam praktek
pendidikan adalah sebagai penyelenggara
proses pembelajaran. Tanggung jawab puncak pendidik berada dalam proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik dituntut mampu menjalankan tanggung jawab
profesionalnya, yaitu melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang sukses adalah
guru yang bisa memahami masalah akademik dan profesional, seperti mengerti motif
siswa, kepribadian, kemampuan. Guru yang profesional tidak hanya menguasai
bidang ilmu, bahan ajar, menguasai metode yang tepat, mampu memotivasi peserta
didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia
pendidikan.
Guru
merupakan agen perubahan yang mampu
mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya
mencerdaskan peserta didik tetapi mampu mengembangkan kepribadian yang utuh,
berakhlak, dan berkarakter.Guru merupakan titik sentral dari
peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar
mengajar. Jadi selain sebagai pengajar, guru juga berperan sebagai motivator,
sebagai ahli instruksional, sebagai
manajer, sebagai konselor dan sebagai model bagi siswanya.
d.
Keterkaitan dengan unsur lain.
Pendidik sebagai penyelenggara pendidikan bertugas untuk melaksanakan proses
pembelajaran terhadap peserta didik. Kegiatan pendidikan, yang dilaksanakan
melalui hubungan pendidikan antara pendidik dan peserta didik, merupakan upaya untuk
mempersiapkan peserta didik untuk menjalani kehidupannya, memperkembangkan
kehidupannya, serta diarahkan untuk mencapai tujuan kehidupannya sebagai
manusia. Hal itu dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Dalam proses pembelajaran akan
lebih baik apabila pendidik memiliki kewibawaan yang berhubungan dengan
high-touch. Hal itu diperoleh melalui adanya pengakuan atas kelebihan, atau
kemampuan yang dimiliki pendidik dari peserta didik. Kewibawaan juga bisa
diperoleh karena pendidik menanamkan rasa kasih sayang dan kelembutan dalam berhadapan
dengan peserta didik, atau dari cara pendidik memberi penguatanterhadap peserta
didik. Kewibawaan juga bisa diperoleh pendidik dari cara pendidik memberikan
pengarahan serta dari keteladanan yang diperlihatkan kepada peserta didik.
Selain
kewibawaan, pendidik juga harus memiliki kewiyataan ayng berhubungan dengan
high-tech. Kewiyataan ini diperoleh dari penguasaan terhadap materi
pembelajaran. Guru harus menyesuaikan materi terhadap perkembangan zaman serta
terhadap kemajuan teknologi. Untuk dapat menyampaikan materi dengan baik, guru
harus dapat memilih metode yang tepat serta media sebagai alat bantu
pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran akan dinilai dengan evaluasi
hasil belajar yang juga harus dikuasai oleh guru.
5.
PROSES PEMBELAJARAN
a. Definisi
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. (UU Sisdiknas. 2003.;4)
b. Materi
Proses
pembelajaran merupakan komponen situasi pendidikan yang merupakan interaksi
antara peserta didik dan pendidik dengan substansi tertentu melalui berbagai
suasana, cara dan media agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan.
Proses pembelajaran merupakan aktualisasi operasional kegiatan pendidikan dalam
situasi pendidik. Proses pendidikan merupakan bentuk nyata kegiatan pendidikan
dalam situasi pendidikan.
Pembelajaran
adalah upaya menata latar agar pebelajar termotivasi dalam menggali pengalaman
dan interpretasi makna serta menghargai adanya perbedaan interpretasi atas
objek yang dikaji. Dengan penerapan teori ini pebelajar dalam belajar akan
lebih bergairah dan potensi untuk menjadi dirinya sendiri. Belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perobahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Belajar disebut suatu proses karena secara formal dia dapat dibandingkan
dengan proses organik manusia lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu
berhubungan dengan manusia lainnya baik
secara sengaja maupun tidak sengaja. Dari beberapa interaksi yang disengaja,
dikenal istilah interaksi edukatif.
Interaksi
edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan
pendidikan dan pengajaran. Interaksi ini disebut interaksi belajar-mengajar.
Interaksi belajar-mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi
antara tenaga pengajar yang melaksanakan kegiatan mengajar (guru) dengan warga
belajar (siswa) yang melaksanakan kegiatan belajar. Interaksi ini terjadi dalam
proses yang disebut proses pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang berhubungan
dengan motivasi, maksudnya bagaimana dalam proses tersebut pihak pengajar dapat
memberikan dan mengembangkan motivasi
serta reinforcement kepada siswa agar
melakukan kegiatan belajar secara optimal. Pengajar menyediakan kondisi yang
merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun perubahan
serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Proses
pembelajaran bukan hanya memperhatikan manusia sebagai “human being” tetapi memperlakukan manusia untuk menjadi manusia
seutuhnya (being human) yang
mengembangkan kebudayaannya dan mengembangkan hak azasi manusia. (Tilaar. Hal.
64). Pembelajaran adalah usaha memanusiakan manusia, dari manusia yang tidak
sempurna menjadi manusia yang sempurna.
Proses
pembelajaran melibatkan guru, siswa,
tujuan , kontent/materi , metode, media dan evaluasi. Komponen ini saling berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan belajar
meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Rangkaian
peristiwa dalam proses belajar terjadi dalam delapan fase, yaitu: fase
motivasi, fase pemahaman, fase pemerolehan, fase penyimpanan (retention phase),
fase ingatan (Recall phase), fase generalisasi , fase performance dan fase umpan
balik (feed back) (Soekamto.1992; ).
Hakikat
pendidikan adalah mengubah perilaku individu peserta didik. Peran pendidik
dalam menjalankan proses pendidikan perlu memahami dasar-dasar perubahan
perilaku yang mengikuti perkembangan psikologis peserta didiknya. Oleh karena
itu, pendidik perlu mengembangkan diri untuk memahami azas-azas perkembangan
psikologis. Perkembangan yang dicapai pendidik pada saat memasuki alam dewasa
akan makin mantap dan mengkristal sesuai dengan pengalaman hidup dan profesi
yang diperolehnya. Pengalaman hidup yang diperoleh berdasarkan kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki akan mengendap dan mengkristal nyaris tanpa
perubahan. Untuk menjamin agar mutu pendidik tetap terandalkan maka diperlukan
adanya upaya untuk mengawasi dirinya (self regulation) terhadap
kompetensi dirinya. Aspek penting dari self regulation adalah komitmen terhadap
kode etik, standar kompetensi, yang diwujudkan dalam bentuk. Proses pendidikan
melandasi pendidikan profesi pendidik. Sasaran proses pendidikan adalah
pencapaian kedewasaan profesional pendidik,kedewasaan profesional akan
tercermin dalam kemampuan mendidik. Kemajuan teknologi telah menuntut
pembaharuan pendidikan, yang menempatan peserta didik sebagai pusat proses
pendidikan. Pendidik harus mampu menyesuaikan hubungannya dengan peserta didik,
mengubah peran dari “soloist” ke “accompanist”, dan menggeser
tekanan dari penyampaian informasi kearah membantu peserta didik
mencari,mengatur dan mengelola pengetahuan, menuntun mereka dari pada sekedar
menjejalinya (UNESCO, 1966:144).
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Proses pembelajaran merupakan hal yang penting dalam
pendidikan. Melalui proses pembelajaran tujuan pendidikan dapat dicapai .
Keberhasilan proses pembelajaran tergantung pada cara guru melaksanakan proses
pembelajaran. Guru yang dapat membawa
siswa aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan akan berhasil dalam proses pembelajaran, karena siswa
memahami materi yang dibicarakan. Sebaliknya
guru yang hanya “mengajar” belum tentu telah membelajarkan siswa. Keberhasilan
proses pembelajaran ini ditentukan oleh guru. Tentu saja dalam menunjang keberhasilan
proses pembelajaran, guru memerlukan penunjang, yaitu hal yang berhubungan
dengan kewibawaan dan kewiyataan.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Melalui
proses pembelajaran terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik.
Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan ini dilakukan untuk
menyampaikan materi pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metode
pembelajaran yang dipilih. Untuk membantu penyampaian materi digunakan alat
bantu pembelajaran. Dalam proses pembelajaran juga diperlukan usaha untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif agar siswa belajar dengan
tenang. Tercapainya tujuan pembelajaran
akan dievaluasi dengan penilaian hasil belajar.
Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, guru sebagai pendidik
memerlukan kewibawaan berupa pengakuan dari peserta didik. Kewibawaan juga bisa
diperoleh dengan menunjukkan rasa kasih
sayang dan kelembutan terhadap peserta didik, melalui cara guru memberikan
penguatan dan cara melaksanakan tindakan tegas yang mendidik. Cara-cara guru
memberi pengarahan juga mempengaruhi proses pembelajaran. Sikap guru yang baik
akan memberi keteladanan bagi peserta didik.
6.
KEWIBAWAAN
a. Definisi
Kewibawaan
adalah kekuatan yang ada dalam diri seseorang karena kemampuan intelektual,
sosial, kepribadian dan spiritual.
b. Materi
Kewibawaan
merupakan alat pendidikan yang diaplikasikan oleh pendidik untuk menjangkau
kedirian peserta didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan ini mengarah pada
high-touch, yaitu perlakuan pendidik menyentuh secara positif , konstruktifdan
komprehensif terhadap aspek kedirian/kemanusiaan peserta didik. High touch
Menurut Naisbit (2002; 47-48). Adalah” meyakini adanya kekuatan purba yang
menunjang kehidupan dan kematian, mempercayaai sesuatu yang mengakui adanya
hal-hal yang lebih besar dari kita.”.
Pendidik menjadi fasilitator bagi pengembangan
peserta didik yang diwarnai oleh suasana kehangatan dan penerimaan,
keterbukaan, ketulusan, kecintaan dan penuh perhatian.
Karisma
dan kekuasaan sering dikaitkan yang satu dengan lainnya. Di dalam kekuasaan ada
karisma dan sebaliknya, di dalam karisma ada
kekuasaan. Memang di antara
keduanya ada saling keterkaitan, tetapi perbedaannya sangat besar. Keduanya
membuat orang-orang yang terkena pengaruh menjadi menyerah atau mengikuti
kekuatan atau tokoh yang berkuasa atau berkarisma itu; tetapi dinamika dan
sifat penyerahan itu berbeda. Penyerahan akibat mencekamnya kekuasaan disertai
rasa takut dan nuansa-nuansa lain yang cenderung negatif, sedang “penyerahan”
kepada tokoh karismatik disertai rasa percaya, cinta, senang dan nuansa-nuansa
positif lainnya. Kharismatik pendidik dapat menimbulkan suatu pengakuan dari
peserta didik. Pengakuan ini membuat pendidik lebih berwibawa di mata peserta
didik. Pengakuan ini timbul karena kedekatan peserta didik terhadap pendidik
atau karena peserta didik menghormati pendidik. Akibat kedekatan peserta
didik terhadap pendidik maka mereka
lebih terbuka dan mau mengungkapkan masalah yang dihadapinya terutama yang
berhubungan dengan pembelajaran. Selain itu pengakuan bisa juga disebabkan
karena penampilan fisik pendidik atau karena kemampuan pendidik dalam bidang tertentu.
Jika ada pilihan antara dimensi kekuasaan dan
dimensi karisma dalam situasi pendidikan, maka dominasi karisma masih lebih
menguntungkan. Pendidik yang karismatik akan memungkinkan terciptanya suasana
pendidikan yang diterima oleh peserta didik. Mereka akan merasa senang, merasa
diterima dan diayomi oleh pendidik, dan hubungan di antara keduanya dapat makin
lama makin dekat. Dengan karismanya pula pendidik akan menanamkan materi-materi
kebenaran, ilmu dan pengetahun, dan lain sebagainya itu kepada peserta didik,
dan peserta didik akan menerimanya dengan senang hati. Suasana karismatik jauh
lebih menguntungkan daripada suasana otokratik kekuasaan dalam pengembangan
situasi pendidikan, meskipun keduanya tampak “membius” peserta didik ke arah
tarikan dan genggaman erat pendidik yang dalam berbagai hal dapat menghambat
pengembangan kedirian peserta didik. Untuk menumbuhkan kewibawaan, diperlukan
alat pendidikan.
Alat-alat pendidikan merupakan unsur-unsur
yang menentukan kualitas hubungan antara
pendidik dan peserta didik, alat-alat pendidikan pada dasarnya meliputi
kewibawaan pendidik, kasih sayang dan kelembutan serta keteladanan pendidik,
kemampuan pendidik memberikan penguatan (reinforcement)
dan melakukan tindakan tegas yang bersifat mendidik terhadap peserta didik.
Alat-alat pendidikan itu berada pada diri pendidik dan merupakan kualitas
pribadi pendidik dalam membina hubungan pendidikan.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Kedudukan
kewibawaan dalam praktek pendidikan adalah perannya dalam menciptakan hubungan
yang baik antara pendidik dan peserta didik. Kedekatan hubungan ini membuat
peserta didik lebih terbuka pada pendidik, sehingga masalah yang dihadapi siswa
bisa dengan cepat diketahui pendidik. Siswa melakukan tugas bukan karena
terpaksa atau takut dihukum, tapi mengerjakan dengan senang hati. Mereka patuh
karena respek dengan pribadi atau sikap atau sifat gurunya. Karena itu suasana
yang kondusif ini harus diciptakan agar peoses pembelajaran berlangsung dengan
baik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Kewibawaan
seorang guru akan menentukan ”harga” guru dimata peserta didik. Dengan
kewibawaan, siswa akan menuruti apa yang dikatakan guru tanpa pamrih. Guru yang
berwibawa mempunyai kharisma. Karena itu kewibawaan guru akan mempermudah dalam
proses pembelajaran. Kewibawaan menyatakan adanya pengakuan dari siswa terhadap
guru. Kewibawaan itu datang nya bisa juga karena kasih sayang atau kelembutan
yang diperlihatkan guru pada siswa, bisa juga dari cara guru memberi penguatan
pada siswa. Guru yang berwibawa biasanya menerapkan tindakan tegas yang mendidik. Guru yang
berwibawa tidak mengalami masalah dalam memberi pengarahan pada siswa dan guru
dengan wibawa yang tinggi biasanya menjadi teladan baik bagi siswa maupun bagi
pendidik yang lain.
7. KEWIYATAAN
a. Definisi
Kewiyataan
adalah kemampuan pendidik untuk memberikan isi terhadap hubungan dengan peserta
didik sehingga tujuan pendidikan tercapai.
b. Materi
Kewiyataan merupakan alat pembelajaran yang
diselenggarakan pendidik utnuk
merealisasikan proses pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik. Proses
pencapaian tujuan ini mengarah kepada penggunaan teknologi tinggi. (High-technology, sesuatu
yang membawa kemajuan di masa depan, suatu inovasi Selain menggunakan
high-touch dalam pembelajaran, seorang pendidik juga dituntut untuk dapat mengembangkan strategi dan media
dalam pembelajaran. Pendidik yang sukses
harus dapat mengkombinasikan hubungan dengan teknologi . Dalam pembelajaran ada faktor makro dan mikro
system dalam proses pembelajaran.
Kemampuan
guru dalam memberikan isi terhadap hubungannya dengan peserta didik terpusat
pada materi pembelajaran. Penyampaian isi pembelajaran ini akan ditunjang dengan
pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan konsep atau pokok bahasan yang
diajarkan. Untuk lebih menghidupkan proses pembelajaran, guru juga memerlukan
alat bantu pembelajaran. Proses pembelajaran
ini akan berjalan dengan efektif apabila guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran
yang kondusif. Hasil pembelajaran akan dievaluasi untuk melihat apakah tujuan
pembelajaran telah tercapai. Semua unsur yang terlibat dalam proses
pembelajaran tadi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran disebut
kewiyataan. sedangkan alat-alat pembelajaran merupakan unsur-unsur yang
menentukan isi hubungan antara
pendidik dan peserta didik itu.
Adapun alat-alat pembelajaran yang merupakan
isi pendidikan meliputi bimbingan, pengajaran, dan pelatihan. Apabila alat
pendidikan merupakan kualitas pribadi pendidik, alat-alat pembelajaran
merupakan kemampuan yang harus dikuasai apabila pendidik hendak mengisi
hubungan pendidikan yang dibinanya Ketiga komponen alat pembelajaran itu (yaitu
bimbingan, pengajaran dan pelatihan) meliputi kurikulum, teknologi
pembelajaran, alat bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan penilaian
hasil pembelajaran. Dalam hubungan pendidikan alat pendidikan dan alat
pembelajaran bersinergi. Apabila berbagai aspek dari kedua alat itu tinggi,
diharapkan mutu kegiatan pendidikan yang terlaksana akan memberikan hasil yang
tinggi pula. Mutu alat pendidikan yang ada pada diri pendidik dan mutu alat
pembelajaran yang dipergunakan keduanya akan menentukan keberhasilan kegiatan
pendidikan.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam
teori/praktek pendidikan
Kewiyataan merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran. Bisa dikatakan merupakan jantung proses pembelajaran. Hal
ini disebabkan tanpa unsur materi pembelajaran sebagai unsur pertama dalam
kewiyataan, maka tidak akan ada pembelajaran. Jadi Dengan kewiyataan pendidik
memberikan isi hubunan pembelajaran dengan peserta didik. Isi itu diciptakan
melalui penguasaan materi pembelajaran, memikirkan bagaimana cara penyampaian
materi kepada peserta didik agar mereka memahami apa yang disampaikan. Karena
itu untuk mengisi hubungan ini harus diciptakan lingkungan belaajr yang
kondusif, salah satunya dengan menggunakan media pembelajaran yang adapat
menarik siswa untuk belajar.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Dengan
kewiyataan, materi diberikan kepada peserta didik oleh pendidik dalam proses
pembelajaran dengan mengunakan metode pembelajaran dan memanfaatkan alat bantu
pembelajaran. Hal ini juga perlu ditunjang dengan menciptakan kondisi belajar yang
kondusif sehingga pada akhirnya sewaktu dilakukan evaluasi terhadap hasil
belajr akan menunjukkan tercapainya tujuan pembelajaran.
8. PENGAKUAN
a. Definisi
Pengakuan
adalah penerimaan dan perlakuan pendidik terhadap peserta didik atas dasar kedirian/kemanusiaan
peserta didik dengan HMM-nya, serta penerimaan dan perilaku peserta didik
terhadap pendidik atas dasar status, peranan, kualitas yang tinggi dari pendidik.
b. Materi
Pengakuan merupakan sikap seseorang yang
memandang sesuatu yang bernilai pada diri orang lain sehingga dia menghargai
orang tersebut. Pengakuan
itu didasarkan pada persepsi terhadap keberadaan dan kondisi atau kualitas
sesuatu yang bernilai yang ada pada sasaran pengakuan itu. Misalnya seorang isteri
mengakui tentang kepintaran atau kebaikan suaminya; seorang kepala kantor
mengakui kepatuhan karyawannya dan sebagainya.
Pengakuan seseorang tentang suatu hal pada
diri orang lain atau sasaran tertentu, dapat diikuti oleh tindakan tertentu
atas dasar pengakuannya itu. Namun demikian, pengakuan itu
sendiri dapat merupakan alasan, pendorong ataupun latar belakang dari suatu
perbuatan seseorang. Pengakuan seseorang tentang sesuatu dipengaruhi oleh
dimensi-dimensi kekuasaan, identifikasi, dan internalisasi dalam hubungan
antara orang yang satu dengan lainnya.
Karena pendidik memberikan pengetahuan kepada
peserta didik, maka peserta didik harus patuh pada semua instruksi yang
diberikan pendidik. Kepatuhan ini pada awalnya hanya karena terpaksa. Tapi pendidik dengan
dominasi karisma menikmati
penghormatan yang luar biasa dari peserta didik yang secara sukarela dan penuh
kepercayaan memandang dan mengakui pendidiknya sebagai orang yang istimewa,
yang memiliki semua kebenaran yang semestinya diakui oleh semua pihak . Situasi pendidikan mempersyaratkan kedekatan hubungan
antara peserta didik dan pendidik. Kedekatan ini tidak harus bermakna fisik,
kontak langsung pada tempat yang sama, apalagi kontak tatap muka.
Dalam hubungan pendidikan, antara peserta
didik dan pendidik terjadi saling hormat dan adanya pengakuan. Pendidik
memakai alat-alat kekuasaan, seperti paksaan, ancaman, hukuman, sanksi, marah,
dan sebagainya agar dihormati oleh peserta didik. Sementara itu, peserta didik
memberikan penghormatan, karena rasa takut,dan terpaksa. Di dalam kelas, siswa
adakalanya kelihatan patuh hanya karena takut dengan kekuasan guru yang ada dalam kelas. Tetapi ketika
keluar dari kelas, semua aturan yang berlaku dalam kelas hilang. Murid berlaku sesukanya, merokok di luar sekolah dan
sebagainya.Semua kepatuhan yang diperluhatkan dalam kelas hilang karena mereka
merasa telah bebas, bebas dari aturan yang berlaku.
Pendidik
karismatik tidak perlu mempertahankan kekuasaannya untuk menjadikan peserta
didik patuh. Dengan karismanya pendidik sudah mampu menaklukkan peserta didik.
Tanpa disuruh, tanpa diminta, peserta didik dengan sendirinya menghormati dan
mengakui pendidiknya itu pada posisi yang tinggi. Kedekatan dalam
pendekatan tidak menginginkan dominasi kekuasaan di dalamnya. Dominasi
karismatik pun hendaknya dikurangi semaksimal mungkin sehingga yang tinggal
adalah kepercayaan dan rasa senang berada dalam hubungan antara peserta didik
dan pendidik, tanpa disertai sikap yang membabi buta dan mutlak-mutlakan.
Kedekatan
yang bernuansa internalisasi antara peserta didik dan pendidik diwarnai oleh
kerelaan menerima dan memberi, kebebasan ekspresi, kelonggaran gerak,
kehangatan suasana, dan kejelasan arah serta cara-cara yang dapat ditempuh oleh
semua pihak dalam kedekatan itu. Dalam kedekatannya dengan peserta didik,
pendidik tidak memaksakan agar dirinya diterima peserta didik, melainkan
membangun dirinya sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan bagi penerimaan
diri pendidik oleh peserta didik.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Pengakuan peserta didik atas pendidik akan berpengaruh dalam proses
pendidikan. Pengakuan seseorang tentang sesuatu
dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kekuasaan, identifikasi, dan internalisasi
dalam hubungan antara orang yang satu dengan lainnya. Dalam hubungan
pendidikan, antara peserta didik dan pendidik terjadi saling hormat dan adanya
pengakuan. Pendidik memakai alat-alat kekuasaan, agar dihormati oleh
peserta didik. Sementara itu, peserta didik memberikan penghormatan, karena
rasa takut,dan terpaksa. Situasi
pendidikan yang baik mempersyaratkan kedekatan hubungan antara peserta didik
dan pendidik, tapi dengan karismanya pendidik akan mampu menaklukkan peserta
didik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Pengakuan dari peserta didik terhadap pendidik
sangat penting dalam proses pembelajaran agar pembelajaran berjalan efektif. Pengakuan itu diperoleh pendidik melalui kewibawaan
yang dimiliki pendidik karena perasaan kasih sayang yang diperlihatkan
pendidik, atau karena kelembutan dan tindakan tegas yang mendidik. Selain itu
pengakuan itu bisa juga disebabkan keteladanan pendidik.
- KASIH SAYANG
a. Definisi Kasih sayang adalah sikap, perlakuan dan komunikasi
pendidik terhadap peserta didik diddasarkan atas hubungan sosio-emosional yang
dekat-akrab-terbuka, fasilitatif, dan permisif-konstruktif bersifat
pengembangan.
b. Materi
Kasih
sayang merupakan salah satu segi yang paling indah dalam hidup kemanusiaan. Dengan
kasih sayang manusia bertahan hidup;dengan kasih sayang pula generasi keturunan
manusia berlanjut. Kasih sayang adalah fitrah kemanusiaan. Mengikuti kaidah
bahwa pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia, maka situasi
pendidikan hendaklah dikembangkan melalui kasih sayang, diselenggarakan
berdasarkan hubungan kasih sayang, segenap arah dan isinya dipenuhi warna kasih
sayang. (Prayitno.2002;46). Dasar dari suasana hubungan seperti ini adalah Love
dan Caring dengan fokus segala sesuatu diarahkan untuk kepentingan dan
kebahagiaan peserta didik, sesuai dengan prinsip-prinsip humanistik.
Orang yang mengandalkan
kekuasaan dalam hubungannya dengan orang lain tidak menggunakan kasih sayang. Banyak para pengikut suatu
aliran misalnya memberikan sikap kasih sayang kepada sang pemimpin yang mempunyai karisma. tetapi kasih sayang itu
tidak diperlukan pemimpin dalam hubungannya dengan para pengikut, sehingga kasih
sayang itu menjadi tidak terwujudkan. Kasih sayang sangat diperlukan dalam
hubungan antara pendidik dan peserta didik. Kasih sayang itulah yang menjadi
pengikat hubungan antara keduanya.
Prayitno (2002;48)
mengutip Paterson (dalam Good & Brophy, 1986) menuliskan tentang ciri-ciri
guru yang humanis sebagai berikut:
a.
Ketulusan:
(1)
bicara jujur, apa adanya, terus terang; tidak
menyembunyikan perasaan; tidak memproyeksi-kan perasaannya kepada orang lain,
atau menyalahkan orang lain, dan mau memikul tanggung jawab atas perasaannya
itu.
(2)
berbagi pendapat secara terbuka
(3)
tidak membuat siswa takut, tetapi juga tidak
memudah-mudahkan persoalan dengan cara menyembunyikan sesuatu (yang menakutkan)
terhadap siswa.
b.
Menghargai
siswa sebagai suatu pribadi
(1)
menerima siswa apa adanya
(2) peduli
dan penuh sikap memelihara (caring) dengan
memahami kekurangan siswa; mengakui bahwa siswa pada dasarnya baik dan mampu
berkembang
c.
Pemahaman secara empatik terhadap siswa:
(1)
memahami kondisi siswa dengan memperhatikan data
tentang siswa
(2) mampu memposisikan diri pada posisi siswa
dan sensitif terhadap kondisi siswa
(3) Ciri tersebut di atas merupakan
aktualisasi kasih sayang pendidik terhadap peserta didik.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Kasih
sayang dan kelembutan berada dalam satu paket yang seharusnya mendasari dan
mewarnai seluruh aspek hubungan pendidikan. Paket kasih sayang dan kelembutan
itu dikehendaki untuk muncul dalam perlakuan pendidik terhadap peserta didik.
Perlakuan itu misalnya dalam sapaan yang dilakukan pendidik kepada peserta
didik; memberikan respon yang positif dengan cara menghindari penggunaan
kata-kata yang kasar dan tindakan yang kasar terhadap peserta didik; penampilan
yang simpati dan empati yaitu menyapa dengan lembut, melalui sentuhan; ajakan
yang mendorong dan sebagainya.
Peran
kasih sayang dalam pendidikan adalah
mendekatkan dan mengikat tali silaturahmi antara pendidik dan peserta didik.
Peserta didik yang merasa diperlakukan dengan baik juga akan merespon dengan
baik, sehingga antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang baik dan
penuh kasih sayang. Apabila suasana demikian telah terbentuk dalam kelas, maka
iklim pembelajaran juga akan baik,. Suasana belajar yang didukung iklim yang
kondusif tersebut akan memberikan hasil belajar yang baik.
d.
Keterkaitan dengan unsur lain.
Kasih sayang merupakan salah satu unsur yang dapat
menimbulkan kewibawaan dari guru. Dengan kasih sayang yang diperlihatkan dengan kelembutan, akan
menimbulkan adanya pengakuan dari peserta didik terhadap pendidik. Kasih sayang
ini juga bisa menimbulkan kewibawaan bagi pendidik. Guru yang menjalankan
proses pembelajaran dengan menggunakan kasih sayang bisa menimbulkan
keteladanan.
10. KELEMBUTAN
a. Definisi
Kelembutan
adalah sikap ramah yang dimiliki oleh
guru untuk menimbulkan rasa kemanusiaan. Lawan dari kelembutan adalah
sikap kasar.
b. Materi
Kelembutan merupakan
sayap yang menyejukkan bagi operasionalisasi rasa dan sikap kasih sayang.
Adalah ironi apabila kasih sayang diwujudkan melalui sikap arogan,
penyangkalan, penolakan, perlawanan, amarah, antagonistik dan semacamnya. Cara-cara
seperti mengeluarkan anak dari sekolah, penangguhan kegiatan belajar
(skorsing), apalagi hukuman yang mengenai bagian dari fisik anak, selain secara
nyata berlawanan dengan praktik-praktik yang berwarna kelembutan, secara lebih
mendasar merupakan bukti hilangnya kasih sayang dalam hubungan pendidikan
antara pendidik dan peserta didik. Praktek seperti itu justru dapat dikatakan
sebagai mala-praktek dalam pendidikan; melanggar hak pendidikan anak dan
kaidah-kaidah pendidikan lainnya.
Kasih
sayang dan kelembutan sebenarnyalah berada dalam satu paket yang seharusnya mendasari
dan mewarnai seluruh aspek hubungan pendidikan. Kasih sayang dan kelembutan itu
dikehendaki untuk muncul dalam perlakuan pendidik terhadap peserta didik dalam
bentuk: Perlakuan yang mencerminkan kasih sayang dan kelembutan dari pendidik
akan diterima oleh peserta didik sebagai air penyejuk yang dapat menggairahkan
kehidupan mereka, khususnya dalam kaitannya dengan kegiatan pendidikan. Perlakuan
seperti itu akan secara suka rela mendorong peserta didik memberikan pengakuan
dan penghormatan yang wajar dan tinggi kepada pendidik.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek pendidikan
Kelembutan
sangat diperlukan dalam pendidikan. Siswa tidak dapat diperlakukan dengan kasar
karena tindakan seperti itu bukan tindakan yang mendidik. Dengan kelembutan,
adakalanya siswa yang keras bisa dijinakkan.
Mengkombinasikan kelembutan dengan tindakan tegas yang mendidik sangat
baik dalam menghadapi siswa yang nakal.
d. Keterkaitan
dengan unsur lain
Kelembutan
dan kasih sayang sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran antara lain karena dapat menanamkan adanya pengakuan dari
peserta didik terhadap pendidik. Hal ini juga dapat menimbulkan keteladanan.
11. PENGUATAN
a. Definisi
Penguatan
merupakan upaya pendidik untuk mendorong/meneguhkan diulanginya tingkah laku positif peserta didik
melalui bentuk-bentuk pemberian penghargaan secara tepat yang menguatkan
(reinforcement).
b. Materi
Sesuai dengan makna kata dasarnya “kuat”, penguatan (reinforcement) mengandung makna
menambahkan kekuatan pada sesuatu yang dianggap belum begitu kuat. Makna tersebut ditujukan kepada
tingkah laku individu yang perlu diperkuat. “Diperkuat” artinya dimantapkan, Pada
proses pendidikan yang berorientasi pengubahan tingkah laku, tujuan utama yang
hendak dicapai melalui proses belajar adalah terjadinya tingkah laku yang baik
sesering mungkin sesuai dengan kegunaan kemunculannya.
Penguatan
(reinforcement) adalah upaya untuk mendorong diulanginya kembali tingkah laku
yang dianggap baik oleh si pelaku. Dalam proses pembelajaran, penguatan
sebaiknya diberikan sesering mungkin setiap kali siswa melakukan perbuatan yang
baik. Hal ini akan dapat
meningkatkan motivasi sehingga hasil belajar juga akan meningkat. Sebaliknya,
apabila siswa membuat kesalahan atau tingkah laku yang tidak baik, penanganannya
dilakukan secara bijaksana dan proporsional oleh sekolah.
Penguatan
diperuntukkan bagi tingkah laku yang baik; bukan tingkah laku yang jelek. Tingkah
yang jelek tidak boleh diberi penguatan, bahkan harus dikurangi dan diberantas.
Dalam praktek pendidikan sehari-hari banyak sekali tingkah laku ditampilkan. Di
antara tingkahlaku itu banyak yang baik, yang perlu diberi penguatan, di
samping ada di antaranya yang kurang baik yang perlu dilemahkan atau
diberantas. Sayangnya, banyak sekali tingkah laku yang baik itu terlewatkan
begitu saja, tidak mendapatkan penguatan. tingkah laku yang sebenarnya baik
itu, karena tidak mendapatkan perhatian dan tidak mendapat penguatan.
Ada dua
jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif.
Penguatan
Positif diselenggarakan dengan jalan memberikan hal-hal positif berupa
pujian, hadiah, atau hal-hal lain yang berharga kepada pelaku tingkah laku yang
dianggap baik dan ingin ditingkatkan frekuensi penampilannya. Dengan pujian,
hadiahdll, diharapkan si pelaku termotivasi untuk mengulangi tingkah laku atau
perbuatannya yang dianggap baik itu. Pujian, hadiah dan hal-hal yang berharga
itu disebut penguat.
Penguatan Negatif haruslah
tetap berupa hal-hal yang menyenangkan bagi si pelaku namun dengan sifat negatif, yaitu mengurangi hal-hal yang dirasakan negatif
bagi si pelaku. Penguatan baik
positif maupun negatif sebaiknya dilakukan secara tepat, tidak asal
dilaksanakan. Pemberian penguatan hanya akan efektif apabila dilaksanakan
dengan memenuhi sejumlah pertimbangan.
Tingkah
laku atau bisa juga prestasi yang hendak diberi penguatan hendaknya jelas;
jelas bentuk tingkah laku itu; jelas pula apanya yang baik. Tingkah laku yang
dianggap baik itu biasanya adalah tingkah laku yang selama ini belum
ditampilkan dan memang ditunggu-tunggu penampilannya. Dengan ditampilkannya
tingkah laku yang baik itu berarti si pelaku sudah mengalami perubahan diri
menjadi lebih baik
Pelaksanaan pemberian penguatan
hendaknya sesegera mungkin; jangan ditunda; kalau terlambat dapat menjadi basi
dan tidak efektif sedang jenis penguat hendaknya wajar; tidak terkesan
berlebih-lebihan. Hindari kesan dibuat-buat atau kepura-puraan. Sinkronisasi
dan sinergi dari keenam pertimbangan di atas akan menghasilkan dampak positif
berupa diulanginya tingkah laku, perbuatan atau prestasi yang dimaksudkan.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Penguatana
sangat diperlukan dalam proses pembelajaran untuk menimbulkan motivasi peserta
didik dan minat. Dalam hal ini yang berfungsi adalah penguatan positif. Untuk
penguatan negatif, pendidik dapat meningkatkan kedisiplinan peserta didik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Penguatan
yang diberikan dalam proses pembelajaran berhubungan dengan motivasi belajar
yang terkait dengan hasil belajar dan pencapaian tujuan pembelajaran. Penguatan
yang positif akan meningkatkan motivasi siswa belaajr, sedang penguatan negatif
dapat merupakan tindakan egas yang mendidik. Penguatan ini merupakan salah satu
unsur kewibawaan yagn dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik.
12. TINDAKAN TEGAS
YANG MENDIDIK
a. Definisi
Tindakan
tegas yang mendidik adalah upaya pendidik untuk mengubah tingkah laku peserta didik yang kurang dikehendaki melalui
penyadaran peserta didik atas kekeliruannya dengan tetap menjunjung HMM peserta
didik serta tetap menjaga hubungan baik
antara pendidik dan peserta didik.
b. Materi
Tindakan tegas yang mendidik adalah suatu tindakan yang dilakukan guru yang
dilandasi oleh landasan filosofis dan landasan keilmuan pendidikan. Tindakan tegas terhadap pelanggaran atau
kesalahan peserta didik perlu dilaksanakan tidak
dalam bentuk hukuman, melainkan dengan cara-cara pendidikan yang
mendorong peserta didik yang membuat
pelanggaran menyadari kesalahannya,
serta mempunyai komitmen untuk
memperbaiki diri. Dalam hal ini sikap pendidik harus tetap seperti semula,
dengan kasih sayang, kelembutan untuk menjaga dan mempertahankan hubungan yang
harmonis dengan peserta didik. Hal ini sesuai dengan landasan filosofis
pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Sedang mmenurut landasan keilmuan,
setiap tindakan yang diberikan kepada peserta didik haruslah dalam rangka
mendidik peserta didik.
Hukuman
selalu berkonotasi negatif, tidak mengenakkan, menyakitkan, menyengsarakan.
Hukuman adalah sesuatu yang tidak disukai, dihindari, agar tidak terjadi pada
siapapun, kecuali pada penjahat dan pelanggar hukum. Hukuman ada sebagai akibat
dari kesalahan yang dilakukan oleh seseorang; baik kesalahan yang disengaja
maupun tidak disengaja; baik kesalahan besar maupun kecil. Kesalahan itu
merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang mengacu kepada nilai, norma,
moral dan aturan serta kebiasaan sehari-hari. Kesalahan itu dapat diperbuat
oleh siapapun tanpa kecuali; hanya kadarnya yang dapat berbeda.
Dalam dunia hukum disebutkan adanya delik aduan yang menyebutkan bahwa suatu
peristiwa menjadi peristiwa yang diurus secara hukum hanya kalau peristiwa itu
diadukan secara resmi kepada pihak berwajib. Untuk
kesalahan-kesalahan yang terletak di luar wilayah hukum positif, perlakuan
terhadap kesalahan-kesalahan tersebut sangat bervariasi. Ada yang diserahkan
saja kepada alam, astinya orang yang bersalah itu dibiarkan merasakan sendiri
akibat perbuatannya.
Memperhatikan variasi yang demikian
luas berkenaan dengan kesalahan atau pelanggaran yang dapat diperbuat oleh
manusia, perlulah dipikirkan penerapan hukuman dalam arti dan dimensi yang
seluas-luasnya. Kesalahan atau pelanggaran memang harus ada konsekuensi
hukumannya, baik menurut hukum positif yang ditentukan melalui peraturan resmi,
menurut ukuran-ukuran kehidupan bersama, maupun konsekuensi “alamiah” sebagai
akibat langsung dari suatu perbuatan (yang salah atau melanggar).
Kesalahan-kesalahan
dalam pendidikan banyak dan sering dialamatkan kepada peserta didik, meski
pendidik pun tidak luput berbuat keliru. Kenyataannya menunjukkan adanya
sejumlah anak di bawah umur dan siswa dari lembaga pendidikan tertentu yang
mencuri, memeras, membunuh, menggugurkan kandungan, terlibat pengedaran
narkotika, melakukan pengrusakan, melakukan korupsi, dan lain sebagainya. Semua
pelanggaran itu harus diperlakukan sesuai dengan status hukumannya
masing-masing. Khususnya bagi pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak, diberlakukan
pasal-pasal hukum yang ditetapkan khusus bagi mereka.
Pelanggaran-pelanggaran
peserta didik, khususnya anak di rumah dan siswa di sekolah labih banyak lagi
corak ragamnya, dari pelanggaran yang bersifat “formal” sampai dengan yang
sangat pribadi. Contohnya, seperti pelanggaran dalam pakaian seragam,
kehadiran, tata tertib, disiplin; pelanggaran dalam mengikuti pelajaran,
mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mengerjakan ulangan dan ujian; sikap terhadap
guru, sesama teman, pergualan muda-mudi; dan lain sebagainya.
Kesalahan
dan pelanggaran formal mungkin dapat dikurangi seminimal mungkin, tetapi
kesalahan, pelanggaran dan kekhilafan yang bersifat pribadi lebih sulit.
Kesalahan, pelanggaran dan kekhilafan pribadi itu berada di dalam kawasan
pengembangan. Karena merupakan bagian dari pengembangan, maka perlakuan
terhadapnya, bagaimanapun isi, bentuk dan caranya tidak boleh merugikan
perkembangan peserta didik.
Lembaga pendidikan memang bukan lembaga
hukum. Apabila proses hukum dalam dunia hukum formal akan dilaksanakan di dunia
pendidikan, di sekolah misalnya, tampaknya kerancuan akan terjadi sebagaimana
tergambar di atas. Apalagi pelayanan advokasi
pendidikan, yaitu pelayanan pembelaan berkenaan dengan permasalahan yang
terjadi dalam bidang pendidikan, dalam hubungan pendidikan antara pendidik dan
peserta didik, belum dirumuskan.
Persoalan yang timbul berkenaan dengan
perkara pidana yang kecil, misalnya pencurian di dalam kelas, pemerasan,
perkelahian, dansebagainya. Apakah anak-anak yang melakukan
“tindak-pidana” itu harus dilaporkan dan diserahkan kepada polisi? Pada
dasarnya ya, tetapi pertimbangan
pendidikan harus menyertai perlakuan yang akan dikenakan kepada anak-anak yang
terkena masalah itu. Pertama, harus
dipertimbangkan apakah penanganan oleh pihak berwajib tidak akan merugikan
perkembangan anak dalam proses pendidikannya? Kedua, apakah lembaga pendidikan, seperti keluarga dan sekolah,
benar-benar mampu menangani permasalahan anak-anak itu yang karena satu dan
lain hal masih dapat digolongkan ke dalam masalah perkembangan? Dan ketiga, bagaimana keterkaitan lembaga
pendidikan dengan pihak yang berwajib berkenaan dengan permasalahan anak-anak
itu?. Adakan pembicaraan antara lembaga
pendidikan, khususnya sekolah, dengan pihak yang berwajib. Arah pembicaraan itu
adalah pengembangan kerja sama antara lembaga pendidikan dengan pihak berwajib. Kalau di sekolah ada peristiwa pencurian
misalnya, atau ada rencana merazia siswa, alangkah baiknya sekolah memanggil
personalia polisi untuk menanganinya. Kalau hal itu tidak dimungkinkan, perlu
diaktifkan SATPAM sekolah atau minimal PIKET KEAMANAN sekolah. Pertanyaan pokok belum terjawab, yaitu :
anak yang terkena masalah itu diapakan? Pilihannya, diserahkan ke polisi atau
ditangani sendiri oleh sekolah. Kalau diserahkan kepada polisi, kita serahkan
sepenuhnya kepada penanganan dan prosedur kepolisian, dengan berbagai
konsekuensinya, sesuai dengan isi perjanjian kerja sama yang telah disepakati.
Untuk ini, catatan yang perlu diberikan, sesuai dengan pertanyaan pertama di
atas, adalah : penanganan oleh pihak berwajib itu hendaklah tidak merugikan
perkembangan anak dalam proses pendidikannya.
Tindakan tegas memang harus diambil. Kesalahan
atau pelanggaran itu harus ditindak sebagaimana mestinya. Lima hal menjadi pegangan dalam melaksanakan
tindakan tegas yang mendidik itu, ialah : (Prayitno.2002;90)
a.
menjadikan si
pelanggar (siswa) menyadari kesalahannya
b.
penghormatan
terhadap hak, nilai-nilai dan prospek positif siswa tetap terjaga
c.
kasih sayang dan
kelembutan tetap terpelihara
d.
hubungan
harmonis tetap dipertahankan, bahkan dikembangkan
e.
komitmen
positif siswa ditumbuhkan
Inilah
tujuan pertama dan utama tindakan tegas itu. Si pelanggar harus menyadari
kesalahan-kesalahannya. Barangkali apa yang dilakukan siswa itu tidak sengaja
atau sekedar ikut-ikutan, atau terdorong oleh suasana kejiwaan anak muda.
Meskipun demikian, mereka harus menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu
salah. Keadaan seperti itu selanjutnya menjadi titik tolak bagi adanya
perbaikan.
Kasih sayang dan kelembutan harus juga diaktifkan dalam
tindakan tegas. Tegas dalam isinya, tetapi lembut dalam membawakannya. Di
sinilah agaknya pendidik dapat mempraktekkan seni dalam mendidik. Untuk menyampaikan hal-hal tegas itu, bahkan
kadang-kadang pedas dan menggigit, pendidik tidak boleh memakai kalimat atau
kata-kata yang keras, apalagi kotor, menghina, meremehkan atau melecehkan,
termasuk di dalamnya menyindir.
Pendidik
harus mengusahakan agar siswa merasakan bahwa kasih sayang dan kelembutan itu
memang ada di antara mereka. Suasana ini merupakan dasar atau modal bagi
berlangsungnya proses internalisasi pada diri siswa. Apa yang akan disampaikan
oleh pendidik akan diserap, dipahami dan diterima, diinternalisasi dengan sebaik-baiknya. Dalam situasi yang sedang
diciptakan oleh pendidik, kedekatan itu justru diperdekat lagi; bahkan bukan
sekedar kedekatan, melainkan kedekatan yang efektif.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Tindakan
tegas yang mendidik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran untuk
menegakkan disiplin, dan menanamkan sadar hukum serta mnegakkan etika pada diri
peserta didik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Tindakan
tegas yang mendidik terkait dengan kasih sayang karena tindakan ini dilakukan
dengan kasih sayang dan kelembutan. Hal ini
dilakukan untuk menanamkan kesadaran dan agar peserta didik menyadari
kesalahannya serta menanamkan nilai etika dan moral.
13. PENGARAHAN
a. Definisi
Pengarahan
yaitu suatu cara yang dilakukan pendidik agar tujuan dan sasaran pendidikan
tercapai Sesuai dengan visi , misi dan tujuan lembaga pendidikan,
b. Materi
Peserta
didik adakalanya tidak mengerti arah tujuan pendidikan. Karena itu tugas guru
adalah mengarahkan peserta didik agar
mengerti tujuan yang akan dituju.
Hal ini akana mempengaruhi motivasi anak belajar. Anak yang sudah mengerti
tujuan yang akan dituju, manfaatnya serta ”mau jadi apa” mereka setelah
mempelajari sesuatu akan termotivasi bila dibandingkan dengan anak yang tidak
tahu apa gunanya dia mempelajari sesuatu. Karena itu dalam proses pembelajaran,
guru harus dapat mengarahkan peserta didik agar tujuan belajarnya tercapai.
b.
Kedudukan/peran/fungsinya dalam
teori/praktek pendidikan
Pengarahan
sangat penting dilakukan karena tanpa pengarahan maka kemungkinan terjadinya
pelencengan arah yang akan dicapai. Dengan di arahkan, maka jalannya proses
pembelajaran akan menuju sasaran. Peran
pendidik disini dominan karena yang akan belajar adalah peserta didik. Yang
dapat mengarahkan peserta didik dalam belajarnya adalah pendidik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Pengarahan
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Pengarahan diberikan dalam proses
pembelajaran oleh pendidik kepada peserta didik. Dengan di arahkan oleh
pendidik, maka peserta didik sudah memahami apa tujuan belajarnya sehingga
lebih termotivasi.
14. KETELADANAN
a. Definisi
Keteladanan
adalah penampilan positif dan normatif
pendidik yang diterima dan ditiru oleh peserta didik.
b. Materi
Keteladanan
adalah sebuah kekuatan berupa pola sikap, pola pikir dan pola perilaku yang
dimiliki oleh seseorang yang patut di contoh
oleh peserta didik. Keteladanan berlangsung
pada peserta didik dalam proses pendidikan. Peniruan peserta didik terhadap apa yang dilakukan
pendidik berhubungan dengan konformitas. Dalam hal ini yang ditiru adalah
pendidik yang sukses. Pendidik yang sukses adalah teladan bagi peserta didik. Keteladanan
ini dapat memupuk dan meningkatkan suasana yang telah terbentuk melalui kasih
sayang. Pendidik yang sukses adalah teladan bagi peserta didiknya. Dalam proses
pembelajaran, pendidik mendapat pengakuan dari peserta didik karena kemampuan intelektual, sosial, kepribadian
dan spiritual. Kemampuan pendidik ini menimbulkan keinginan untuk ”dapat
seperti” guru tersebut karena pendidik tersebut menurut peserta didik patut
untuk ditiru.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan.
Kedudukan
keteladanan dalam praktek pendidikan terkait dengan apa yang akan dilakukan
peserta didik. Pendidik yang
memberikan contoh yang baik akan menghasilkan peserta didik yang baik
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Keteladanan
akan memberi arah bagi perbuatan yang akan dilakukan siswa. Guru yang dalam
proses pembelajaran memberikan keteladanan, baik dari cara bersikap yang
memanusiakan manusia (peserta didik), penuh rasa kasih sayang dan kelembutan,
cara guru memberi penguatan serta cara guru memberi tindakan tegas yang
mendidik (terkait dengan kemampuan sosial) serta moral dan etika yang
diperlihatkan guru yang diikuti oleh siswa akan emnghasilkan peserta didik yang
berakhlak mulia dan beriman. Melalui high-touch guru menanamkan sifat-sifat yang
baik dan apabila ditiru oleh siswa berarti guru telah mengemabngkan pembentukan
manusia yang beriman dan bertaqwa serta halus budi bahasanya.
15. MATERI PEMBELAJARAN
a. Definisi
Materi
pembelajaran merupakan sesuatu yang perlu bagi peserta didik dalam rangka
pengembangan dirinya.
b. Materi
Materi
pembelajaran atau bahan pembelajaran
merupakan bagian integral dalam kurikulum sebagaimana yang telah
ditentukan dalam GBPP. Karena itu dikatakan bahwa materi pelajaran merupakan
isi kurikulum itu sendiri. Isi kurikulum
senantiasa mengacu pada usaha pencapaian
tujuan kurikulum dan tujuan instruksional bidang studi. Materi
pembelajaran ini merupakan sub sistem pengajaran.
Sebelum
materi pembelajaran ditentukan, ada dua pendekatan yang perlu diketahui, yaitu
pendekatan eksplorasi isi kurikulum dan pemetaan secara komprehensif isi
kurikulum secara luas. Usaha untuk mengeksplorasi isi kurikulum secara Nasional
untuk berbagai kebutuhan pendidikan
tidak dapat dipisahkan dari pendekatan pengembangan kurikulum secara
menyeluruh. Kategori yang dapat dipertimbangkan adalah pendekatan kultural, pendekatan
multidimensional, pendekatan manajerial dan pendekatan profesional, yang dalam
beberapa hal tidak mengandung perbedaan secara fundamental.
Materi
pengajaran merupakan bagian yang penting dalam proses belajar mengajar, yang
menempati kedudukan yang menentukan keberhasilan belajar-mengajar yang
berkaitan dengan ketercapaian tujuan pengajaran, serta menentukan
kegiatan-kegiatan belajar-mengajar. Karena itu perencanaan materi pengajaran
perlu mendapat pertimbangan secara cermat. Bahan pengajaran bukan semata-mata
berarti semua uraian yang tertera dalam buku sumber atau sumber cetakan lainnya,
melainkan memiliki klasifikasi tertentu. Berdasarkan klasifikasi itulah
kemudian guru memilih bahan mana yang akan disajikan dalam perencanaan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
sebelumnya. Selain kerangka acuan,bahan pengajaran umumnya diklasifikasikan
dalam tiga bidang, yairu pengetahuan, keterampilan dan afektif. Hal ini sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai.
Materi
pembelajaran yang merupakan isi kurikulum sangat dekat kaitannya dengan
strategi instruksional. Hal itu berarti, untuk mengajarkan jenis materi
tertentu diperlukan strategi instruksional tertentu, dengan asumsi bahwa
hal-hal yang diharapkan dalam tujuan pengajaran pada hakekatnya telah tercermin
dalam materi yang hendak disajikan. Itulah sebabnya ada yang dikenal sebagai
pengajaran konsep dan prinsip, pengajaran keterampilan, pengajaran sikap.
Menurut
Bruner (1969) pentingnya struktur sangat menentukan dalam proses pembelajaran.
Struktur merupakan jantung dari proses pendidikan. Dengan struktur dimaksudkan
penguasaan guru terhadap konten materi pelajaran. Dalam menyampaikan materi
pembelajaran, guru harus menguasai struktur materi itu, dapat melihat
hubungan-hubungan yang ada diantara
konsep. Bila guru sudah menguasai struktur, dengan mudah guru bisa menjelaskan
hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain kepada siswa.
Pemahaman tentang struktur menungkinkan terjadinya Transver of learning dan Transver of principles. Belajar dengan
cara ini merupakan cara yang sangat
penting dalam proses belajar, baik dalam mengembangkan maupun dalam memperdalam
pengetahuan.
Klauss
Meier (1966;37) mengutip Hunt (1962)
menjelaskan: ” ... concept learning is defines as a term which applies to any
situation in which a subject learn to make an identifying response to members
of a set of not completely identical stimuli,”
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Materi
pembelajaran merupakan jantung dari proses pembelajaran, karena dengan materi
inilah kurikulum diisi. Tujuan pembelajaran akan dicapai dengan melalui
penyampaian materi pembelajaran. Materi ini merupakan konten dari apa yang akan
diajarkan pada peserta didik. Untuk bisa mengajar dengan baik, guru harus
memahami konsep yang akan di ajarkan serta hubungan antara konsep yang
digambarkan dalam struktur materi.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Materi Pembelajaran merupakan sesuatu yang diperlukan peserta didik
untuk pengembangan dirinya. Penetapan materi ini mengacu kepada tujuan
pendidikan. Materi ini harus disampaikan kepada peserta didik dengan
menggunakan metode pembelajaran. Pemilihan metode ini harus disesuaikan
dengan konsep yang akan dipelajari siswa. Untuk membantu pemahaman peserta
didik atas konsep yang terdapat dalam materi pembelajaran, dalam menyampaikan
diperlukan alat bantu pembelajaran
yang disebut media pembelajaran. Alat bantu pembelajaran merupakan sarana
perangkat keras ataupun perangkat lunak untuk menunjang optimalisasi kegiatan
pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat memberikan hasil yang optimal, diperlukan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Tercapainya tujuan
pembelajaran sebagai hasil proses pembelajaran diketahui dengan melakukan penilaian hasil pembelajaran
16. METODE
PEMBELAJARAN
a. Definisi
Metode
pembelajaran adalah cara penyampaian materi pada peserta didik yang dipilih
sesuai dengan konteks pembelajaran
b. Materi
Seorang
guru perlu merencanakan suatu metode mengajar yang akan digunakannya untuk
menyampaikan informasi berupa materi pelajaran kepada siswa. Untuk itu
selayaknya guru mengetahui beberapa metode mengajar agar dapat menentukan
metode mana yang tepat digunakan pada pokok bahasan tertentu. Walaupun tidak
ada keharusan bagi guru untuk menerapkan bermacam-macam metode dalam mengajar,
namun ada baiknya bila menggunakan variasi metode.
Pemilihan
metode biasanya didasarkan atas bidang studi
atau mata pelajaran. Metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang ingin di capai , sehingga semakin tepat metode yang
digunakan, semakin berhasil pencapaian tujuan. Metode yang tepat untuk salah
satu pokok bahasan atau mata pelajaran belum tentu tepat untuk mata pelajaran atau pokok bahasan yang lain.
Karena itu pemilihan metode mengajar merupakan spesifikasi pada interaksi
belajar-mengajar tertentu.
Setiap
metode mempunyai kelebihan dan kelemahan. Karena itu guru memilih metode yang
akan di pakai dengan memperhitungkan mana yang paling menguntungkan diantara
metode tersebut dengan menghubungkan dengan materi yang akan disampaikan. Dalam
praktek, umumnya guru hanya menggunakan satu metode saja, yaitu metode ceramah.
Akibatnya proses pembelajaran menjadi tidak efektif karena interaksi yang
berlangsung hanya satu arah, dari guru kepada siswa. Untuk pembelajaran dengan
menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, hal ini tidak sesuai. Siswa harus
aktif mengkonstruksi pengetahuannya karena yang belajar adalah siswa. Sesuai
dengnan pendekatan konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransver dari
pendidik ke pada peserta didik. Karena itu dalam proses pembelajaran, siswa
harus aktif, karena melalui aktivitas siswalah pengetahuan itu diperolehnya.
Dalam memilih
metode pembelajaran, guru juga harus mempertimbangkan kemampuan dan ciri siswa.
Siswa yang mempunyai kemampuan awal yang rendah biasanya akan sukar diaktifkan bila guru menggunakan
metode tanya jawab. Tapi bila siswa mempunyai kemampuan tinggi, guru
menggunakan metode ceramah juga kurang tepat, karena kemampuan siswa tidak
dapat dimaksimumkan seperti kalau digunakan metode diskusi atau tanya jawab.
Ciri siswa juga diperimbangkan, misalnya siswa dalam kelas lebih cenderung suka
humor atau tipe yang serius belajar.
Selain
metode ceramah, dapat digunakan metode tanya jawab, metode diskusi, metode
resitasi (pemberian tugas), metode demonstrasi, metode eksperimen, metode
problem solving dan sebagainya.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek pendidikan
Kedudukan
metode dalam proses pembelajaran adalah menentukan arah proses pembelajaran serta kegiatan yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Metode
pembelajaran merupakan alat pembelajaran yang akan mewarnai bagaimana proses pembelajaran yang terjadi antara
pendidik dan peserta didik akan terjadi. Tercapainya tujuana pembelajaran
tergantung pada pemilihan metode yang tepat. Metode dipilih berdasarkan materi
yang akan disampaikan. Dakam pemilihan metode, ciri siswa harus
dipertimbangkan.
17. ALAT BANTU PEMBELAJARAN
a. Definisi
Alat bantu
pembelajaran adalah berbagai sarana dan fasilitas yang dapat digunakan pendidik
untuk memperlancar, mengefektifkan dan mengefisienkan upaya pencapaian tujuan pendidikan.
c.
Materi .
Alat bantu
pembelajaran merupakan berbagai sarana, baik perangkat keras maupun lunak untuk
menunjang optimalisasi kegiatan pembelajaran. Alat bantu ini diantaranya media.
Ada
beberapa definisi untuk media yaitu :
·
Media
berasal dari bahasa latin medium yang berbarti perantara atau pengantar, dimana
media merupakan wahana penyalur pesan atau informasi belajar. Jadi apa saja
yang dapat menyalurkan informasi ke
penerima informasi disebut media.
·
Menurut
NEA (1969) media adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang
dengar , termasuk teknologi perangkat kerasnya.
·
Leslie.
J. Briggs (1977) menjelaskan media adalah sarana fisik untuk menyampaikan
materi/isi pengajaran seperti buku, film, slide dan sebagainya.
·
Media
adalah wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan
kepada sasaran atau penerima pesan tersebut.
·
Media
komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut media pembelajaran
yang berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran.
Media pembelajaran adalah penyampaian pesan berinteraksi dengan siswa melalui penginderaannya. Bila karena suatu
hal media tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur pesan, maka
berarti media itu tidak efektif dalam arti tidak dapat mengkomunikasikan isi
pesan yang ingin disampaikan oleh sumber kapada sasaran yang ingin dicapainya.
Setiap kegiatan pendidikan di dalamnya terkandung alat-alat pendidikan dan
alat-alat pembelajaran. Alat
pembelajaran diantaranya adalah media pembelajaran yang akan digunakan untuk
proses pembelajaran yang disebut media instruksional.
Media instruksional yang dirancang dengan baik dalam batas tertentu dapat
merangsang timbulnya semacam dialog internal dalam diri siswa atau sasaran
belajar. Dengan kata lain akan terjadi komunikasi antara siswa dengan sumber
penyalur pesan, hal demikian dapat kita katakan proses belajar telah terjadi
pada anak didik. Media instruksional dalam hal ini tidak terbatas pada alat
peraga, alat bantu mengajar, teaching aids, AVA, tetapi mencakup semua hal yang
membantu guru dalam menyampaikan pesan kepada peserta didik, termasuk di dalamnya
buku, majalah dan lain-lain.
Pada mulanya media hanya berfungsi sebagai alat visual dalam kegiatan
belajar-mengajar, yaitu berupa sarana yang dpat memberikan pengalaman visual
kepada anak didik agar dapat dengan jelas menerima apa yang disampaikan oleh gurunya
dari konsep-konsep yang masih abstrak, sehingga dapat mempertinggi daya serap
atau retensi belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio visual
pada sekitar pertengahan abad ke 20, lahirlah alat bant audio visual.
Perencanaan media diarahkan dilaksanakan secara sistematika berdasarkan
kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan pada perobahan tingkah
laku anak sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
Konsepsi teknologi instruksional
mempunyai ciri-ciri :
1. Berorientasi pada sasaran siswa
2. Menerapkan sumber pendekatan sistem.
3. Memanfaatkan sumber media yang bervariasi.
Dengan konsep itu, fungsi media dalam kegiatan instruksional tidak hanya
sekedar alat bantu guru, melainkan pembawa pesan dari apa yang disampaikan oleh
guru kepada anak didik yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan itu tugas guru
dapat lebih dipusatkan pada bimbingan dan penyuluhan secara individual dalam
kegiatn belajar-mengajar.
Sebagai bagian dari sistem instruksional, media mempunyai nilai-nilai
praktis berupa kemampuan untuk :
1. Membuat konkrit konsep-konsep yang masih abstrak, misalnya untuk
menjelaskan sistem peredaran darah, proses terjadinya hujan dan sebagainya.
2. Membawa obyek yang ebrbahaya atau sukar di
dapat ke dalam lingkungan belajar, misalnya binatang buas, pinguin dan
sebagainya.
3.
Menampilkan oryek yang terlalu besar misalnya candi prambanan dan sebagainya.
4.
Menampilkan obyek yang tidak dapay dilhat dengan mata telanjang seperti mikro
organisme, sel darah dan sebagainya.
5. Dapat
memperlihatkan gerakan-gerakan yang terlalu cepat dengan slow motion atau time
lapse photography.
6. Memungkinkan siswa dapat berinteraksi lansung
dengan lingkungan
7.
Memungkinkan keseragaman penglihatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa.
8. Membangkitkan motivasi belajar siswa
9. memberi kesan perhatian individu untuk
seluruh anggota kelompok belajar siswa dalam kelas.
10.
Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan
menurut kebutuhan.
11.
Menyajikan pesan atau informasi secara serempak mengatasi waktu dan ruang
12.
Mengontrol arah atau kecepatan belajar siswa.
Pengenalan
mengenai fungsi dan kemampuan media sangat penting artinya bila media akan
merupakan bagian integral dari sistem instruksional, karena dasar kebijaksanaan
dalam pemilihan media, pengembangan maupun pemanfaatan media tidak terlepas
dari pengetahuan ini.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, pendidik
dapat menggunakan hard-technology seperti belajar melalui telivisi, belajar
jarak jauh dan komuniksi melalui komputer. Penggunaan komputer saat ini sudah
hampir membudaya, karena fasilitas cukup tersedia. Karena itu herd-technology
ini sudah bisa dipakai sebagai media alternatif agar siswa belajar sendiri.
Selain itu juga ada soft technology
seperti permainan simulasi dan model belajar berbasis kognisi.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam
teori/praktek pendidikan
Alat bantu
pembelajaran merupakan unsur dari kewiyataan yang berfungsi untuk memperjelas konsep yang didiberikan
pendidik dalam proses pembelajaran. Dengan bantuan alat bantu pembelajaran,
diharapkan konsep-konsep yang termuat dalam materi pembelajaran dapat dipahami
siswa dengan baik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Alat bantu
pembelajaran bebrfungsi untuk memudahkan siswa memahami materi pembelajaran
yang disampaikan dalam proses pembelajaran yang dilakukan pendidik. Agar tujuan
pembelajaran tercapai, guru harus dapat memilih alat pembelajaran yang tepat,
memilih metoda yang tepat, menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif
sehingga dalam proses pembelajaran siswa termotivasi dan dapata encapai tujuan
pembelajaran.
18. LINGKUNGAN PEMBELAJARAN
a. Definisi : Lingkungan pembelajaran adalah kondisi fisik-psikologis serta sumber
belajar yang ada di dalamnya yang didisain, disediakan, diatur, dan
dikembangkan oleh pendidik demi suksesnya pencapaian tujuan pendidikan.
b. Materi
Lingkungan
pembelajaran yang formal biasanya berada
di sekolah. Namun dalam keluarga, lingkungan fisik, sosial dan budaya
yang ada di lingkungan kehidupan peserta didik juga dapat terjadi proses
pembelajaran.
Dikenal ada
tiga lingkungan pembelajaran, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat. Peranan keluarga adalah
meletakkan dasar-dasar pengembangan kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional. Kemampuan berpikir yang berhubungan dengan kecerdasan intelektual
perlu dikembangkan sedini mungkin. Demikian juga kemampuan yang berhubungan
dengan emosi. Menurut Daniel Goleman : ”cara anak-anak mempelajari keterampilan
emosional maupun sosial dasar adalah dari orang tua dan kaum kerabat mereka,
dari tetangga, dan dari jatuh bangunnya mereka bermain bersama anak lain.”. Peran sekolah adalah untuk mengembangkan
wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap peserta didik. Hal ini juga
termasuk ke dalam kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kedua
kecerdasan ini harus berjalan secara seimbang. Sekolah wajib menjunjung dan menunaikan tugas mengembangkan potensi
anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
Isi kurikulum sekolah harus mengacu pada pengembangan kecerdasan intelektual
dan kecerdasan emosional. Praktek pembelajaran melalui berbagai mata pelajaran
di sekolah tidak boleh mengenyampingkan, mengabaikan atau mengalahkan
perkembangan kecerdasan emosional. Peran
masyarakat adalah dalam menjaga kehidupan dan kelangsungan tugas keluarga
dan tugas sekolah.
Lingkungan
pembelajaran yang kondusif memungkinkan materi, metode, dan alat bantu
pembelajaran dapat disinergikan. Dengan diciptakannya keadaan itu, hasil
belajar yang maksimal dapat tercapai.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Lingkungan
pembelajaran adalah tempat terjadinya proses pembelajaran. Lingkungan
pembelajaran yang kondusif memungkinkan terciptanya suasana belajar yang baik. Dengan memanfaatkan alat bantu pembelajaran yang tepat, metoda yang sesuai
serta cara penyampaian materi yang
menarik, maka proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Apabila
ini terlaksana, diharapkan tujuan pembelajaran akan tercapai.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Menciptakan
lingkungan pembelajaran yang kondusif akan
memudahkan terjadinya proses pembelajaran yang berakhir dengan
tercapainya tujuan pembelajaran.. Dalam lingkungan pembelajaran yang kondusif, dengan memanfaatkan alat bantu
pembelajaran dan pemilihan metode pembelajaran yang tepat, akan tercipta
suasana belajar yang menyenangkan, dimana siswa puas dan memperoleh
pengetahuan, sedang pendidik juga puas karena telah berhasil membawa siswa pada
situasi puncak belajar.
19. PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN
a. Definisi
Evaluasi
merupakan suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Dalam arti luas,
evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
(Mehrens & Lelman, 1978). dan Gronlund (1975) dalam Djiwandono.2004;397) merumuskan
pengertian evaluasi sebagai proses yang sistematis untuk menentukan atau
membuat keputusan sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa. Wrightstone (1956) dalam
Djiwandono (2004.; 397) menyatakan evaluasi adalah penaksiran terhadap
pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai yang telah
ditetapkan. Dari ketiga rumusan itu ada
tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kegiatannya meruapakan proses yang
sistematis, dalam kegiatan diperlukan berbagai informasi atau data serta
kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan
dari tjuan pengajaran.
b. Materi
Seorang guru akan membuat banyak evaluasi
atau penilaian sebelum membuat keputusan, setiap hari mengevaluasi perubahan
tingkah laku. Dalam evaluasi,
guru memerlukan analisis data tes, spekulasi tentang situasi dan kumpulan
informasi.
Ada
lima tujuan
utama mengapa kita menilai siswa :
1.
Penilaian sebagai perangsang atau dorongan, dimana
penilaian diberikan untuk memotivasi sisa agar berusaha melakukan yang terbaik.
Enam kriteria untuk penilaian adalah
pentingnya penilaian, penilaian berdasarkan usaha keras, standar yang
konsisten, interpretasi penilaian yang reliabel, penilaian yang sring dilakukan
serta penilaian yang berhasil yang akan menantang siswa untuk lebih baik.
2.
Penilaian sebagai umpan balik bagi siswa , dianjurkan
dalam menilai guru menambahkan komentar pada lembaran uian atau tugas siswa.
3.
Penilaian sebagai umpan balik bagi guru.
4.
Penilaian sebagai umpan balik bagi orang tua
5.
Penilaian sebagai informasi untuk seleksi
Evaluasi mempunyai empat fungsi yaitu Placement evaluation (penilaian
penempatan), Formative evaluation (penilaian
formatif), diagnostic (penilaian
diagnostik) dan sumative (penilaian
sumatif).
Placement
evaluation berhubungan dengan penempatan siswa dalam posisi yang tepat
dalam urutan pengajaran dan memberikan metode yang bermanfaat untuk setiap
siswa. Penilaian formatif adalah penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan
balik, selanjutnya hasil penilaian
digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian diagnostik digunakan untuk
memastikan kesulitan belajar yang dialami siswa. Sedang penilaian sumatif dilakuka untuk
memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar
siswa terhadap bahan pelajaran yang
telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.
Untuk menilai berbagai alat penilaian diperlukan kriteria validitas dan
reliabilitas.
Validitas menunjukkan adanya penyesuaian alat ukur dengan tujuan yang
akan diukur. \tes dikatakan memiliki validitas apabila tes itu betul-betul
mengukur apa yang hendak diukur. Tes hanya valid untuk tujuan tertentu dan
tidak valid untuk tujuan lain. Validitas dibedakan atas dua bentuk yaitu
validitas logis yang terdiri dari content validity (validitas isi) (mengukur sampai dimana seseorang menguasai
suatu kemampuan) dan construct validity (validitas
konstruksi) (butir soal yangmembangun tes mengukur aspek berpikir sesuai
TIK) dan validitas empiris yang terdiri dari validitas yang ada
sekarang (concurrent validity) (Jika
hasil tes sesuai dengan pengalaman, data masa lalu dibandingkan dengan data
yang ada sekarang) dan validitas prediksi (predictive validity) (mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa
yang terjadi pada masa yang akan datang.)
Reliabilitas artinya ketepatan atau dapat dipercaya. Tes yang diberikan berulang-ulang selalu
memberikan hasil yang sama atau hampir sama. Pada umumnya guru dapat
memperbaiki reliabilitas tes dengan cara (1). Memasukkan item-item yang berbeda
yang diberikan kepada siswa sehingga hampir tidak ada satupun yang mendapat
semua item benar atau salah. (2) Menggunakan prosedur skor yang obyektif, (3)
Memasukkan sejumlah item yang tepat.
Persyaratan suatu tes harus valid dan reliabel.
Validitas lebih penting dan reliabilitas dapat membantu terbentuknya validitas.
Suatu tes dapat dikatakan valid kalau reliabel. Tetapi suatu tes dapat reliabel
tanpa harus valid.
Di dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat
penilaian yang dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang
telah dilakukan pada anak didik. Tes
yang digunakan dapat berupa tes standar dan tes yang dibuat guru.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Evaluasi hasil
pembelajaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses pembelajaran.
Unsur ini terkait dengan semua elemen dalam pembelajaran karena semua unsur
yang berhubungan dengan proses pembelajaran harus dievaluasi. Pelaksanaan
proses pembelajaran harus dievaluasi untuk mencari kelemahan yang terjadi.
Rumusan tujuan harus dievaluasi untuk melihat apakah sudah sesuai dengan
perkembangan tahap kognitif anak dan kemampuan anak. Kemampuan guru mengajar
seharusnya juga di evaluasi, sampai dimana guru bisa membelajarkan anak.
Selama ini yang dievaluasi hanya hasil belajar
siswa. Dalam hal ini siswa dirugikan karena belum tentu siswa yang salah kalau
hasil belajarnya tidak baik.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Evaluasi
hasil pembelajaran merupakan sentral
kegiatan pembelajaran karena semua kegiatan dalam proses pembelajaran sebaiknya
dievaluasi kalau ingin mengetahui dimana kesalahan yang terjadi dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Fungsi evaluasi hasil pembelajaran
adalah untuk menentukan ketercapaian
tujuan pembelajaran. Selain itu melalui evaluasi proses pembelajaran, dapat
diketahui kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan perbaikan.
20. FILSAFAT
a. Definisi
Filsafat
adalah : (Mudhofir. 2001: 277)
·
Usaha
secara spekulatif untuk menyajikan pandangan yang sistematik dan lengkap
tentang semua kenyataan.
·
Usaha
untuk mendeskripsikan sifat dasar yang terdalam dan sesungguhnya dari kenyataan
·
Usaha
untuk menentukan batas-batas dan ruang lingkuppengetahuan kita dalam hal
sumber, sifat, validitas dan nilainya.
·
Penyelidikan
secara kritis terhadap pra-anggapan-pra anggapan dan pengakuan kebenaran yang
dilakukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
·
Ilmu
yang mencoba untuk membantu kamu ”melihat”
apa yang kamu lihat.
b. Materi
Berfilsafat
adalah berpikir, tetapi berpikir belum tentu berfilsafat. Berpikir disebut
berfilsafat apabila memenuhi syarat-syarat tertentu. Berfilsafat adalah
berpikir secara radikal (radikal berarti akar dalam bahasa Yunani) Jadi
berfilsafat berarti berpikir sampai ke akar-akarnya, sampai ke hakikat, esensi
dan substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat tidak puas memperoleh
pengetahuan lewat indera yang berupa pengetahuan yang selalu berubah dan tidak
tetap. Denan berfilsafat manusia menggunakan akalnya untuk memperoleh
pengetahuan hakikat, yaitu yang bersifat tetap, tidak berubah yaitu pengetahuan
yang mendasari segala pengetahuan
inderawi.
Berfilsafat
adalah berpikir secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah
berpikir tentang hal-hal dan proses-proses yang bersifat umum. Sasaran
pemikiran kefilsafatan adalah pengalaman umum umat manusia. Berfilsafat juga
berpikir secara konseptual. Konsep merupakan hasil dari generalisasi atau
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal dan proses-proses individual.
Berfilsafat tidak memikirkan manusia secara khusus, tertentu, melainkan
memikirkan manusia secara umum.
Berfilsafat
juga berpikir secara koheren yaitu berpikir yang mentaati kaidah-kaidah
berpikir logis, atau berpikir yang berhubungan dengan sesuatu gagasan umum,
azas umum atau tatanan umum. Berfilsafat juga berpikir secara konsisten artinya
tidak mengandung kontradiksi. Berfilsafat juga merupakan berpikir secara sistematis
yaitu berpikir yang terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan secara
teratur yang mempunyai tujuan tertentu.
Berpikir
secara komprehensif juga disebut berfilsafat. Berpikir komprehensif berarti
berpikir yang mencakup secara keseluruhan. Filsafat berusaha menjelaskan alam
semesta beserta isinyasecara menyeluruh. Selain berpikir secara komprehensif,
bersilsafat juga berpikir secara bebas, yaitu bebas dari dari
prasangka-prasangka sosial, sejara, kebudayaan ataupun agama. Kebebasan berpiir
secara kefilsafatan adalah kebebasan yang berdisiplin. Selanjutnya berfilsafat
adalah berpikir yang bertanggung jawab. Pertanggung jawaban yang pertama-tama
adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Dengan demiian ada hubungan antara
kebebasan berpikir dengan nilai-nilai etis yang mendasarinya.
Masalah
filsafat mempunyai beberapa ciri: (Mudhofir.2001;277-278)
1. Tingkat
keumumannya tinggi dan tidak bersangkutan dengan objek yang khusus, melainkan
dengan gagasan besar seperti tentang kebenaran, kebaikan, keindahan dan
keadilan
2. Tidak
bersangkutan dengan fakta-fakta, melainkan bersifat spekulatif dengan melampaui
batas-batas pengetahuan ilmiah.
3.
Bersangkutan dengan nilai-nilai (values): pertimbangan-pertimbangan atau
penilaian-penilaian tentang berbagai
macam nilai seperti nilai moral, nilai estetis, nilai keagamaan atau nilai
sosial.
4. Bersangkutan dengan arti; pengungkapan secara
tegas atau penemuan arti dari suatu konsep atau apa saja yang dibicarakan.
5.
Bersangkutan dengan Implikatif; yaitu implikasi-umplikasi dimana dalam
memecahkannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang jawabannya mengandung
akibat-akbat yang menyentuh kepentingan-kepentingan manusia.
Tyler
(1949:1) menuliskan bahwa setiap program pendidikan hendaknya memiliki rumusan
tujuan yang jelas. Rumusan tujuan itu berasal dari sumber pemikiran filsafat
pendidikan yang komprehensif, para spesialis dalam bidang ilmu yang relevan,
psikolog dan sosiolog. Filsafat berada pada garis depan, diikuti oleh ahli
bidang keilmuan. Sumbangan secara ontologis filsafat terhadap pendidikan adalah
dalam merumuskan landasan, tujuan dan menentukan subject matter yang akan
dicapai dan dikembangkan oleh lembaga kependidikan. Sumbangan epistemologi terkait dengan
perencanaan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan agar
sesuai dengan tujuan karakteristik subject matter yang telah ditetapkan. Sedang
sumbangan aksiologi terkait dengan anutan dan acuan nilai-nilai yang dituju
atau diharapkan dicapai sesuai dengan pengalaman pembelajaran dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah digariskan. Pespeksif aksiologi bukan hanya ikaitkan dengan
pencapaian tujuan dan metode pengembangan pengalaman belajar, tetapi juga
dikaitkan dengan aspek manajerial
lembaga pendidikan.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Berfilsafat
adalah berpikir, sedang dalam proses pembelajaran juga memerlukan kegiatan
berpikir. Kedudukan filsafat dalam
pendidikan sangat penting.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Filsafat
diperlukan dalam merumuskan tujuan pendidikan,
karena tujuan pendidikan harus disesuaikan dengan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dengan menggunakan
landasan filsafati akan diaplikasikan terhadap peserta didik.
21. PSIKOLOGI
a. Definisi
Psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang belajar, pertumbuhan dan kematangan
individu serta penerapan prinsip-prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia yang
nantinya mempengaruhi proses belajar dan
mengajar. (Djiwandono. 2004;2)
b. Materi
Psikologi
pendidikan mempelajari tentang siswa, belajar dan mengajar. Prinsip-prinsip ini
memusatkan perhatian, dimana informasi, keterampilan, nilai dan sikap
diteruskan dari guru kepada siswa di kelas.
Ahli psikologi pendidikan berupaya menerapkan pengetahuan mereka untuk
memperbaiki belajar dan pembelajaran, terutama berhubungan dengan apa yang
terjadi dalam kelas. Pengetahuan yang banyak tentang ilmu psikologi pendidikan
tidak menjamin seseorang baik dalam mengajar, tetapi bila pengetahuan tentang
ilmu ini tidak ada, maka seseorang akan gagal dalam mengajar, frustasi karena
tidak menemukan bagaimana cara mengajar yang baik, cara memotivasi siswa,
mengatur kelas, dan sebagainya. Dalam menyelesaikan masalah di kelas diperlukan
Pendekatan Ilmiah. Beberapa kasus
yang terjadi dipecahkan dengan mempelajari hasil penelitian yang pernah
dilakukan dengan kasus yang hampir serupa. Hasil-hasil penelitian dapat
dijadikan pedoman bagi guru untuk memecahkan masalah yang terjadi di kelas.
Selain itu masalah juga dapat dicarikan pemecahannya berdasarkan teori.
Tujuan
psikologi pendidikan adalah mengerti proses belajar-mengajar, dan riset adalah
alat utama. Jika penelitian cukup lengkap dalam suatu bidang tertentu menemukan
kesimpulan yang berulang-ulang sama, kita akan sampai pada sebuah prinsip. Dalam memberikan sejumlah
pengembangan prinsip-prinsip, ahli psikologi mencoba menjelaskan hubungan
antara dua atau lebih variabel dengan memperluas hubungannya. Kemudian mereka
mengembangkan teori .
Beberapa topik yang relevan untuk
psikologi pendidikan adalah:
1. Teori dan model pengajaran dan belajar di
kelas
2. Dinamika interaksi antara guru dan siswa
3.
Prinsip-prinsip belajar yang efektif dan perkembangan
kepribadian
4.
Prinsip-prinsip motivasi dan pengelolaan kelas
5.
Strategi untuk membantu secara kreatif perkembangan
siswa yang mempunyai kecerdasan tinggi atau rendah dan cacat mental.
6. Strategi menulis dan menggunakan tujuan
instruksional dalam mengajar dan testing
7. Mengkoordinasikan metode mengajar pada
perbedaan individu dalam kemampuan, kepribadian, atau gaya berpikir.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Psikologi
pendidikan dapat berperan penting dalam mengajar, terutama mengingat
perkembangan sekarang ini dlam praktek mengajar. Dengan memahami psikologi anak,
guru dapat menentukan strategi dalam memotivasi anak, atau strategi untuk
mengatur kelas dan disiplin. Dalam banyak kasus, strategi dapat diterapkan
karena guru memahami pperkembangan anak, perkembangan kognitif, teori belajar
serta psikologi sosial. Sebaab hubungan
antara guru dan siswa adalah hubungan sosial.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Psikologi
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
proses pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran antara lain ditentukan
oleh pemahaman pendidik terhadap perkembangan kognitif peserta didik. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, perkembangan kognitif peserta didik harus diperhitungkan agar tujuan bisa
tercapai.
22. SOSIOLOGI
a. Definisi
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari
tentang sifat keadaan dan pertumbuhan
masyarakat. (Poerwadarminta. 1976;961).
b. Materi
Kata
sosiologi pertama kali dikemukakan oleh Auguste Comte orang Perancis pada tahun
1838 dalam bukunya ”Positivis Philosophy”. Karena itu Comte disebut Bapak
Sosiologi. Sosiologi merupakan studi
ilmiah tentang kehidupan kelompok manusia. Sosiologi bukan merupakan filosofi
sosial, tetapi sebagai suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat
tentang bagaimana seharusnya mereka berkelakuan dan mengatur dirinya. Studi
sosiologi penting karena dengan
sosiologi kita bisa memperoleh suatu pandangan segar mengenai lingkungan sosial
dan sekaligus dapat meneliti kembali golongan atau masyarakat disekitar kita
yang jarang atau bahkan tidak pernah kita kenal. Dengan sarana yang ada kita juga bisa
memperoleh pandangan tentang dunia luar dan kebudayaan lain yang sebelumnya
hanya sedikit kita ketahui atau bahkan
tidak kita kenal sama sekali. Sosiologi memungkinkan kita untuk lebih mengenal
kemurnian pandangan dan perilaku yang jauh berbeda dengan apa yang kita miliki
dan akhirnya kita bisa mengetahui kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi tindakan
kita danlingkungan kita.
Sasaran utama
sosiologi adalah untuk meramalkan dan mengendalikan tingkah laku. Untuk itu
ilmu pengetahuan secara relatif merupakan suatu cara baru dalam menemukan
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang timbul tentang dunia manusia di
sekeliling kita. Dalam pendekatannya, ilmu pengetahuan menggunakan metode yang
logis dan sistematis untuk memperoleh data yang diperlukan agar diperoleh
kesimpulan yang tepat.
Sosiologi
relatif kurang pasti dibandingkan dengan Ilmu-ilmu alam. Ada dua alasan untuk
hal ini. Pertama, baru akhir-akhir ini saja metode ilmiah diterapkan dalam
pengamatan tingkah laku sosial, dan kedua, dalam hubungannya dengan hal-hal
yang berkaitan dengan manusia seseorang harus menghadapi banyak persoalan yang
tidak terdapat dalam ilmu fisika atau geologi. Hal ini disebabkan setiap
individu selalu cenderung berubah tingkah lakunya yang bisa mempengaruhi
hubungan seseorang dengan yang lain dan dengan para ilmuwan yang bermaksud
mempelajari dan mengamati mereka.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Sosiologi mempelajari
tentang keadaan, sifat dan pertumbuhan masyarakat. Dengan mempelajari kehidupan
kelompok masyarakat, bidang ini akan mengetahui bagaimana kehidupan peserta
didik, kebiasaan, sifat dan kebudayaannya. Hal ini penting diketahui karena
dalam menentukan tujuan pendidikan diperlukan pengetahuan tentang siapa peserta
didik yang akan mengikuti proses pembelajaran. Menurut Tyler, masukan
berdasarkan kajian filsafat dan sosiologi sangat diperlukan dalam menentukan
tujuan pendidikan. Melalui pengetahuan yang diperoleh dari bidang sosiologi,
dapat diprediksi bagaimana kehidupan masyarakat beberapa tahun ke depan.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Sosiologi
berhubungan dengan tujuan pendidikan,
serta bagaimana proses pembelajaran akan dilaksanakan. Berdasarkan kebiasaan,
sifat dari peserta didik, guru mempertimbangkan dalam meilih media yang akan
digunakan dalam pembelajaran, memilih metode pembelajaran serta menentukan
materi apa yang akan diberikan kepada peserta didik.
23. EKONOMI
a. Definisi
Ekonomi
adalah :
·
Usaha
yang dilakukan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
·
Pengetahuan
dan penyelidikan mengenai azas-azas penghasilan (produksi), pembagian
(distribusi), dan pemakaian barang-barang serta kekayaan.
d.
Materi
Pendidikan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut
teori human capital, pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi
manusia yang menanamkan ilmu pengetahuan, keterampilan/keahlian, nilai, norma,
sikap, dan perilaku yang berguna bagi manusia sehingga manusia tersebut dapat
meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya. (Ghozali, 2000: 66) Dengan meningkatnya kapasitas
belajar dan kapasitas produktif, produktivitas seseorang akan meningkat
sehingga akan meningkatkan pendapatan orang tersebut dan meningkatkan output
berupa barang dan jasa bagi masyarakat, yang secara keseluruhan berarti akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun
demikian, pentingnya peranan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut
mengisyaratkan sejumlah asumsi. Asumsi tersebut di antaranya adalah bahwa
sistem pendidikan yang berlaku dapat menghasilkan output pendidikan, khususnya
lulusan, yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat, baik
pengetahuan dan keterampilan maupun sikap dan perilakunya, baik jumlah maupun
jenisnya. Di samping itu, sistem dan keadaan perekonomian yang ada dapat
memanfaatkan dan mengomptimalkan potensi dan kapasitas keluaran pendidikan
tersebut.
Sering kali dunia pendidikan semata-mata hanya dilihat dari idiom-idom
ekonomi. Memang secara politis dunia pendidikan selalu diarahkan pada
idiom-idiom ekonomi dengan muara akhir untuk memperkuat kemampuan sumber daya
manusianya, untuk peningkatan sektor ekonomi dan kesejahteraan suatu
negara, dan secara ekonomi pula diharapkan mampu bersaing dengan negara
lain. Pendidikan berfungsi sebagai instrumen menciptakan imperium baru dalam
sektor ekonomi. Jika memang itu benar, pertanyaannya adalah “Pendidikan dan
sekolah yang bagaimana yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kondisi perekonomian dan kesejahteraan suatu negara?” Memang ini pernyataan
yang lebih bersifat istrumentalis. Dunia pendidikan mampu mengentaskan
peningkatan ekomomi jika dunia pendidikan berhasil menjadikan peserta didik
bisa memiliki cara pikir, cara merasa, dan cara kinerja dan public civility
modern sesuai tuntutan dunia modern abad 21.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Ekonomi
berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik agar hidup
sesuai dengan kemampuan. Melalui
pembelajaran dengan memanfaatkan hukum ekonomi, siswa akan dapat menghargai
arti kehidupan, menghargai usaha yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu. Keberhasilan
pendidikan sangat ditentukan oleh faktor ekonomi, karena pendidikan itu mahal.
Sebaliknya pendidikan merupakan
investasi bagi sumber daya manusia karena pendidikan mempengaruhi secara penuh
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Ekonomi berhubungan dengan alat bantu pembelajaran. Ekonomi yang baik
memungkinkan pendidik untuk memperoleh fasilitas yang cukup untuk pembelajaran.
Sbaliknya ekonomi yang tidak baik membuat pendidik mengajar dengan memanfaatkan
media apa adanya.
24. POLITIK
a. Definisi
Politik
adalah cabang pengetahuan praktis yang bersangkutan dengan manusia dalam
kegiatan berkelompok. (Mudhofir.2001;283). Usaha yang dilakukan berdasarkan
kepentingan untuk melaksanakan keperluan, kebijakan dan sebagainya.
b. Materi
Pemerintah
merupakan lembaga politik yang resmi. Dimana ada pemerintahan, disitu ada
politik. Berbicara tentang
politik maka yang tergambar adalah pemerintah dengan birokrasinya, atau
kekuasaan yang dipegang oleh kaum konglomerat atau pimpinan perusahaan. Apakah
ada hubungan antara pendidikan dan politik? Secara sepintas, kelihatannya tidak
ada hubungan antara kekuasaan dengan pendidikan, namun dalam studi kultural,
posisi pendidikan mendapat tempat yang sangat istimewa karena transformasi
sosial tidak dapat terlaksana tanpa pendidikan. Jadi masalah politik,
pendidikan dan studi kultural mempunyai bidang garapan yang bersamaan.
Orang
pertama yang memperkenalkan istilah politik adalah Aristoteles melalui
pengamatannya tentang “manusia yang pada dasarnya adalah binatang politik”
(Rodee. 1983.;3). Aristoteles menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial
sesungguhnya merupakan politik dan interaksi satu sama lain dari dua atau lebih
orang sudah pasti akan melibatkan hubungan politik.
Manakala
manusia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, manakala mereka
berusaha untuk meraih kesejahteraan pribadinya melalui sumber yang tersedia,
dan manakala mereka berupaya untuk mempengaaaruhi orang lain agar menerima
pandangannya, maka mereka akan melihat dirinya sibuk dengan kegiatan politik.
Dalam pengertian yang luas ini, setiap orang adalah politisi. Namun menurut
Aristoteles, satu-satunya cara untuk memaksimalkan kemampuan seorang individu
dan untuk mencapai bentuk kehidupan sosial yang tertinggi adalah melalui
interaksi politik dengan orang lain
dalam suatu kerangka kelembagaan, suatu kerangka yang dirancang untuk
memecahkan konflik sosial dan untuk
membentuk tujuan kolektif.
Plato bisa
dipandang sebagai bapak filsafat politik, dan Aristoteles sebagai bapak ilmu
politik, keduanya memandang negara dari perspektif filosof yang melihat semua
pengetahuan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Pendidikan
dan kekuasaan mempunyai hubungan yang erat. Pada masa penjajahan pendidikan
dijadikan alat penguasa untuk meredam
keinginan bangsa yang terjajah.
Sistem pendidikan kolonial merupakan alat dari kekuasaan kolonial untuk meredam
nasionalisme. Terjadi elitisme dalam pendidikan, dimana tidak semua anggota
masyarakat boleh dan dapat menikmati pendidikan. Yang berhak menikmati
pendidikan hanya segolongan anggota masyarakat yang dianggap pemerintah
kolonial dapat membantu untuk mencapai cita-cita mereka di negara koloni. Namun
justeru dari golongan yang mendapatkan pendidikan Barat itu timbul anasir-anasir
yang menghancurkan kekuatan kolonial, karena pejuang kemerdekaan Indonesia
hampir seluruhnya mendapat didikan Barat.
Dalam
pemikiran politik, Hobbes memberikan pengaruh yang sangat besar di dalam
pedagogik. Pemikiran Hobbes melahirkan dua aliran besar mengenai transformasi
sosial, yaitu faham liberalisme dan Marxisme. Aliran liberalisme menekankan
berlangsungnya kehidupan budaya melalui konsensur dalam berbagai lembaga sosial
, sedang aliran Marxisme menekankan pada subordinasi dari kelas tertentu kepada
ideologi hegemoni kaum borjuis. Pada aliran yang dirumuskan oleh proses
sosialisasi , proses pendidikan atau kekuasaan pendidikanditekankan kepada
sistem silai yang dipaksakan oleh orang dewasa kepada anak-anak. Sedangkan
dalam teori konflik Marxisme, tekanan diberikan kepada proses sosialisasi nilai
dari kelas yang dominan. Atau proses pendidikan atau transmisi nilai budaya dan
ilmu pengetahuan mengikuti strukturkekuasaan dalam masyarakat.
Kaitan
antara pendidikan dan kekuasaan membawa kita kepada masalah ideologi. Setiap masyarakat modern
mempunyai ideologi atau life style
yang membimbing arah perkembangan masyarakat. Ada berbagai jenis ideologi,
seperti ideologi liberal, neo liberalisme, ideologi komunisme dan sebagainya.
Ideologi-ideologi ini memasuki relung pendidikan bukan hanya dalam strukturnya,
tapi dalam isi (kurikulumnya). Contohnya, ideologi pendidikan di Indonesia
berdasarkan ideologi Pancasila. Pengalaman selama Orde Baru menunjukkan betapa
ideologi telah dijadikan sumber indoktrinasi yang telah mematikan kreativitas
peserta didik. Ideologi yang seharusnya menjadi pembimbing telah berubah
menjadi alat penekan dari penguasa dalam
mengendalikan sistem dan isi pendidikan nasional.
Mengapa
negara perlu mengontrol pendidikan? Bagaimana kontrol tersebut dilaksanakan?
Apa implikasi kontrol tersebut terhadap kegiatan pendidikan?
Sebagian
masyarakat cenderung mengidentifikasikan negara dengan pemerin-tah. Negara
bukanlah pemerintah dan pemerintah hanyalah salah satu bagian dari negara,
walaupun pemerintah merupakan bagian yang paling aktif dari negara. Menurut
Dale, negara terdiri dari berbagai institusi yang masing-masing memiliki fungsi
dan peran tersendiri dalam tatanan kehidupan bernegara. Semua institusi negara
memiliki keterkaitan dengan publik. Institusi-institusi tersebut seharusnya
memiliki tujuan yang saling terkait satu sama lainnya. Walaupun berjalan dengan
cara yang sama, perangkat negara bisa saja memiliki tujuan yang berbeda. (Dale
dalam Sirozi.2005; 61). Setiap aktivits
negara selalu disertai oleh kepentingan-kepentingan kelompok penguasa. Secara
ideal, aktivits negara hendaknya bersentuhan dengan masalah masalah utama yang
dihadapi publik.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek pendidikan
Politik
sangat berpengaruh dalam pendidikan, sebab pendidikan dikontrol oleh negara.
Negara itu identik dengan politik karena
politik berhubungan dengan kekuasaan.
Pemerintah merupakan lembaga politik yang resmi. Dimana ada
pemerintahan, disitu ada politik. Negar bertanggung jawab terhadap
berlangsungnya proses pembelajaran dengan baik. Karena itu negara berkewajiban
untuk mengontrol pelaksanaan pembalajaran.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Politik
identik dengan negara dan kekuasaan. Karena tanggung jawab pendidikan berada di
tangan pendidik sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam melaksanakan tugas
pembelajaran, maka evaluasi/pengawasan terhadap pelaksanaan pembelajaran berada
di tangan negara.
25. BUDAYA
a. Definisi
Budaya
berarti akal-budi, pikiran.(Poerwadarminta)
Kebudayaan
adalah keseluruhan tingkah laku dan kepercayaan yang dipelajari yang merupakan
ciri anggota suatu masyarakat tertentu. (Cohen.1983;49)
b. Materi
Secara
sosiologis, semua manusia dewasa yang normal pasti memiliki kebudayaan.
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam suatu periode
waktu tertentu, mendiami suatu daerah dan mengatur diri mereka sendiri menjadi
suatu unit sosial yang berbeda dengan kelompok lain. Anggota-anggota masyarakat
menganut suatu kebudayaan. Kebudayaan ini dipertahankan/ dilestarikan melalui komunikasi antara sesama manusia dalam
kelompok itu, bisa dengan menggunakan simbol-simbol, bahasa isyarat atau dengan
bahasa percakapan.. Cara lain
melestarikan kebudayaan adalah dengan cara menuliskan dengan bahasa tulisan.
Suatu norma
kebudayaan merupakan suatu standar konkrit mengenai apa yang diharapkan atau
disetujui oleh sekelompok manusia mengenai pikiran dan tingkah laku mereka.
Segala harapan dan tingkah laku yang dihasilkan sering berubah dari satu
kebudayaan dengan kebuadyaan yang lain. Norma-norma kebudayaan memiliki banyak
bentuk yang berbeda, yaitu :
1. Values
atau nilai-nilai, yaitu suatu perasaan mendalam yang dimiliki oleh
anggota-anggota sekelompok masyarakat yang akan sring menentukan perbuatan atau
tindak-tanduk para anggotanya. Misalnya: masyarakat Amerika memberikan nilai
yang tinggi pada kehidupan keluarga, kebebasan individu, kebebasan pers dan
sebagainya.
2. Adat istiadat (folkways) sudah membudaya,
karena kebiasaan bertindak dalam masyarakat. Msalnya adat istiadat folkways
yang dianut di Amerika seperti menonton pertandingan baseball sambil makan
hotdogs, mengendarai mobil di sebelah kanan jalan dan sebagainya.
3. Mores,
ialah kebiasaan yang mengndung implikasi penting bagi kehidupan manusia seperti
halnya mana yang benar dan mana yang slah untuk dilakukan. Mores dari suatu
kelompok masyarakat sering dimasukkan ke dalam sistem hukum dan pengajaran keagamaan. Hukum adalah
mores khusus yang telah dirumuskan menjadi peraturan, dan barang siapa
melanggar peraturan tersebut akan menghadapi ancaman hukuman.
Kebudayaan
dibedakan atas kebudayaan nyata dan kebudayaan ideal. Kebudayaan nyata (riil)
adalah segala hal yang dilakukan
masyarakat secara terbuka. Sedang kebudayaan ideal adalah pola tingkah laku
yang telah disepakati secara formal. Kebudayaan disusun dengan suatu cara
sistematis agar individu atau kelompok bisa berinteraksi secara efisien. Suatu
sifat kebudayaan (cultural trait) merupakan unit paling kecil dari suatu kebudayaan
dan hal ini bisa saja berbentuk susunan kata-kata, suatu benda, suatu isyarat
atau merupakan suatu simbol.
Dalam suatu
masyarakat adakalanya terdapat suatu kecenderungan individu yang menganggap
bahwa kebudayaan mereka adalah yang paling unggul yang disebut Ethnocentrisme. Hal ini disebabkan
tradisi dan kebiasaan, kita sering di dorong untuk bangga oleh sikap sosial
yang telah tertanam yan gmembuat kita menjadi ethnocentris. Contoh : orang kota
sering menilai orang udik sebagai ”orang kampungan”, sebaliknya orang pedalaman
menilai oang kota ”licik dan curang”.
Apabila
seorang individu terbuka untuk menyerap kebudayaan asing dan dia hidup diantara
masyarakat yang tidak menganut kepercayaan atau keyakinannya, maka kondisi
seperti ini bisa disebut ”culture schock” (goncangan
kebudayaan).Misalnyaseorang Inggris datang ke New guenia dan menyaksikan cara
hidup orang Marindese, akan mengalami goncangan kebudayaan karena cara hidup
orang tersebut sangat brbeda dengan cara hidup nya.
M.P. Hunt
dalam bukunya Foundation of Education” ,social and cultural perspective” mengatakan bahwa kajian
mengenai dasar-dasar sosial dan budaya
dari pendidikan bertujuan untuk membekali tenaga kepandidikan dengan
pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat dan kebudayaan dimana mereka hidup
serta untuk membantu calon-calon tenaga kependidikan untuk melihat bahwa
pengertian mengenai masyarakat dan kebudayaan sangat penting artinya dalam
memahami masalah-masalah pendidikan.
Konsep
kebudayaan merupakan konsep dasar dalam ilmu-ilmu sosial, karena konsep
tersebut dapat dijadikan titik tolak bagi kajian semua aspek perilaku manusia.
Kebudayaan adalah milik manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya.
Konsep kebudayaan dapat juga dipakai untuk mengkaji pendidikan dalam arti luas,
yaitu proses penyampaian kebudayaan (transver of culture) dimana di dalamnya
termasuk keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai serta pola perilaku
tertentu. Jadi pendidikan adalah proses transmission of culture.
Kebudayaan
merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan dasar, yaitu kelangsungan hidup
organis, penyesuaian kepada lingkungan dan kelestarian dalam arti biologis.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Konsep
kebudayaan dapat juga dipakai untuk mengkaji pendidikan dalam arti luas, yaitu
proses penyampaian kebudayaan (transver of culture) dimana di dalamnya termasuk
keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai serta pola perilaku tertentu.
Pendidikan adalah proses transmission of culture. Tenaga kependidikan perlu
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat dan kebudayaan dimana
mereka hidup untuk melihat bahwa pengertian mengenai masyarakat dan kebudayaan
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Pendidikan
adalah proses membudayakan, melestarikan dan
mengembangkan serta penyampaian
kebudayaan dari pendidik kepada peserta didik. Penyampaian dilakukan melalui
proses pembelajaran. Dalam penyampaian diperlukan keteladanan, pengakuan dan
unsur-unsur lain yang menimbulkan kewibawaan guru.
26. TEKNOLOGI
a. Definisi
Teknologi
adalah ilmu tentang pemanfaatan sains agar bermanfaat bagi kehidupan manusia.
b. Materi
Kehadiran
secara fisik pendidik dapat digantikan oleh berbagai bentuk media pendidikan.
Sebagaimana tersebut di atas, buku, siaran radio, tampilan melalui film layar
lebar, video, VCD, E-mail, internet, dan lain-lain, bahkan laboratorium, danworkshop,
dapat merupakan pengganti pendidik dalam arti fisik personal. Satu hal yang
perlu dicatat bahwa apapun wujud pengganti pendidik itu, situasi pendidikan yang ditimbulkan sebagai akibat digunakannya
atau diaksesnya bentuk media itu haruslah jelas. Wujud terciptanya
situasi pendidikan dalam penggunaan media pengganti itu terlihat pada :
(1)
adanya kedekatan
psikologis antara peserta didik (dalam hal ini pengguna media) dengan isi
media (dalam hal ini berfungsi sebagai representasi atau perwakilan diri
pendidik). Kedekatan psikologis ini diwujudkan melalui pencermatan yang penuh
dari pengguna media terhadap isi media;
(2)
adanya
pengolahan yang mendalam melalui proses penalaran, keterlibatan emosional, dan
proses berpengalaman pengguna media sesuai dengan isi media;
(3)
adanya
perubahan yang terjadi pada pengguna media mengacu kepada pengembangan dan
pemenuhan kebutuhan dirinya.
Melalui perwujudan ketiga kriteria di
atas, pengguna media sebenarnyalah sedang menjalani proses pendidikan melalui
penggunaan media yang dimaksudkan. Satu contoh konkrit dapat terjadi sekarang
ini juga. Dapatkah materi yang terkandung pada bahan bacaan yang sekarang
sedang pembaca hadapi menciptakan situasi
pendidikan yang dijalani oleh pembaca? Terapkanlah ketiga kriteria itu.
Adakah pembaca mencermati dengan sungguh-sungguh materi yang terkandung dalam
buku ini? Adakah pembaca mengolah lebih jauh materi itu melalui proses
penalaran, keterlibatan emosionl, dan berpengalaman berkenaan dengan materi
tersbut? Tidak hanya menjadikan materi tersebut sebagai bahan hafalan semata?
Lebih jauh, adakah terjadi perubahan pada pembaca yang mengandung arti bahwa diri
pembaca lebih berkembang, lebih berkemampuan sebagai pendidik, sebagai guru
yang mampu menumbuh-kembangkan situasi pendidikan? Apabila jawaban lebih
cenderung ke arah ya, maka proses
pendidikan sedikit banyak telah tumbuh dan dapat lebih diperkembangkan lagi.
Pada diri pembaca terjadi proses internalisasi ke dalam diri sendiri materi dan
nilai-nilai yang terkandung di dalam buku ini. Sebaliknya, apabila jawaban
cenderung tidak, maka lebih dapat
dipastikan bahwa proses pendidikan tidak terjadi; yang terjadi adalah sekedar
kegiatan membaca yang kering, tanpa makna, dan tanpa hasil yang nyata.
Keefektifan
penggunaan suatu media sebagai representasi “pendidik” yang mampu menciptakan
situasi pendidikan dengan ketiga kriteria di atas, amat tergantung kepada pengguna
sendiri. Di samping itu tentu saja tergantung pada mutu media itu; semakin bermutu media itu, semakin
menarik, semakin ditekuni dan besar manfaat yang dapat diraih oleh
pengguna-nya. Namun media dengan mutu terjelek pun akan dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi pengguna yang pintar, arif dan bijaksana;
sebaliknya media dengan mutu yang terbaik pun tidak akan memberikan manfaat apa
pun bagi pengguna yang bodoh, ceroboh, dan tidak bijaksana. Situasi pendidikan
yang efektif dapat tercipta dengan “pendidik jarak jauh” melalui wakil-wakilnya
berupa berbagai bentuk media.
e.
Kedudukan/peran/fungsinya dalam
teori/praktek pendidikan
Kehadiran pendidik dapat digantikan oleh berbagai bentuk
media pendidikan.
Media ini
dapat menimbulkan adanya kedekatan
psikologis antara peserta didik dengan pendidik, terjadi pengolahan yang mendalam materi melalui
proses penalaran, adanya keterlibatan emosional.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Media
dirancang berdasarkan materi pembelajaran yang akan disampaikan pendidik kepada
peserta didik. Dengan menggunakan media, maka proses pembelajaran dapat
berlangsung lebih efektif, karena siswa lebih aktif sehingga tujuan
pembelajaran akan tercapai. Pemakaian
media harus ditunjang dengan kemampuan pendidik memilih metoda yang
sesuai dengan media yang akan digunakan. Dengan lingkungan pembelajaran yang
menunjang, maka akan tercipta pembelajaran yang efektif.
27. MANAJEMEN
a. Definisi
Manajemen yang
berasal dari bahasa Inggris yang berarti to
manage, yang artinya mengatur dan mengelola. Secara teknis manajemen
diartikan sebagai kiat (gabungan
antara seni dan ilmu) untuk mengatur dan mengelola semua sumber daya (manusia dan non manusia) yang dimiliki
organisasi, agar tujuan organisasi dapat
tercapai secara efisien.
b. Materi
Dari
definisi di atas, ada lima kata kunci, yaitu kiat, mengatur/mengelola, sumber
daya, tujuan organisasi dan efisien. Kiat
adalah cara/strategi atau metode untuk melakukan sesuatu yang merupakan
gabungan antara ilmu dan seni. Sebagai ilmu, manajemen memiliki ciri-ciri yang
biasa kita temui dalam dunia keilmuan, yaitu dapat dipelajari dan diulang
prosesnya serta mengandung rasionalitas yang diterima secara obyektif. Karena
itu ilmu manajemen bisa dipelajari, diteliti dan dikaji sebagaimana ilmu yang
lain. Sebagai seni, manajemen banyak berhubungan dengan hal-hal yang subyektif
dan kualitatif seperti seperti rasa, intuisi, penginderaan tersembunyi. Seorang
yang belum pernah mempelajari manajemen mungkin bisa menjadi manajer yang baik
kalau dia mempunyai seni manajemen. Dia mungkin memiliki sense of business,
bakat berkomunikasi, memiliki indera ke enam untuk melihat peluang-peluang
bisnis yang sering kali luput dari
perhatian orang lain atau mempunyai bakat menjadi pemimpin. Sebaliknya ada
orang yan gtelah mempelajari ilmu manajemen, tapi dia gagal menjadi manajer
yang baik karena dia tidak memiliki seni manajemen.
Manajemen
adalah kiat mengatur dan mengelola semua sumber daya yang dimiliki organisasi,
baik sumber daya manusia maupun non manusia.Ada beberapa fungsi manajemen,
yaitu planning, organizing, staffing, motivating, controlling, directing,
activating, communicating, decision making dan ada yang menambahkan
administering & heading.
Materi
manajemen teYang di atur dalam manajemen adalah man, money, method, machines, material & market yang dikenal
dengan 6M. Ke enam M ini terlibat secara nyata dalam proses manajemen baik
dalam organisasi yang menghasilkan produk nyta maupun organisasi penghasil
jasa. Sekarang 6 M ditambah dengan informasi, karena kemajuan dalam bidang
informasi termsuk ilmu yang relevan yaitu komputer begitu hebatnya sehingga
memerlukan manajemen untuk mengaturnya.
Semua
organisasi mempunyai tujuan, malahan karena ada tujuanlah sekumpulan orang
mendirikan organisasi. Namun tidak semua orang ayng bekerja dalam organisasi
mengerti tujuan organisasi. Mereka hanya memanfaatkan organisasi sebagai tempat
untuk mencari penghasilan. Setiap organisasi memiliki unit-unit. Tercapainya
tujuan organisasi adalah bila tujuan unit tercapai. Tercapainya tujuan
dikaitkan dengan efektif. Organisasi dikatakan efisien bila organisasi atau manajemen telah berhasil mencapai
tujuan-tujuannya dengan mengunakan sumber daya yang dimiliki dalam skala dan
jumlah minimal. Hal ini sesuai dengan prinsip ekonomi yan gpaling dasar yakni
memenuhi kebutuhan secara maksimal (efektif) dengan biaya yang minimal
(efisien).
Demikianlah
makna dari lima kata kunci dalam definisi manajemen, yaitu kiat
mengatur/mengelola, sumber daya, tujuan organisasi dan efisien. Jadi manajemen
adalah kiat mengatur semua sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi secara efisien.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Dalam praktek pendidikan, manajemen sangat menentukan pencapaian tujuan
pendidikan. Bila salah satu elemen/bagian
kurang berfungsi dengan benar maka ia akan melemahkan fungsi elemen yang lain.
Misalnya, bila guru kurang berfungsi sebagai pendidik, maka ia akan melemahkan
fungsi peserta didik dalam melaksanakan fungsinya sebagai pebelajar. Dan, pada
gilirannya akan melemahkan fungsi sekolah (organisasi) sebagai lembaga
pembelajaran.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Fungsi
manajemen dalam sistem pendidikan sangat terkait dengan semua unsur lainnya. Kemampuan
sumberdaya manusia pelaksana manajemen pendidikan akan menentukan apakan
majemennya akan berfungsi dengan baik. Manajemen sebagai sub-sistem dari sistem
pendidikan akan berfungsi dengan baik, bila sub-sistem lainnya juga berfungsi
dengan baik. Rendahnya kualitas pendidikan sering disebabkan atau bersumber
dari manajemen yang kurang efektif.
28. RISET DAN PUBLIKASI
a. Definisi
Riset
berdasarkan tinjauan etimologis berasal dari akar kata latin ”re” yang berarti
kembali,dan circum yang berarti memeriksa. Jadi artinya adalaha memeriksa
kembali. Berdasarkan tinjauan leksikografis menurut kamus research adalah
”..careful or critucal inquiry or examination in seeking facts or principles;
diligent investigation in order to ascertain something”, yaitu pemeriksaan atau pengujian yang teliti dan kritis dalam
mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip; penyelidikan yang tekun guna
memastikan suatu hal. Tinjauan ensiklopedis menurut Sutrisno Hadi definisi
riset adalah ” usaha untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran suatu
pengetahuan; usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”.
b. Materi
Riset
adalah usaha untuk menemukan pengetahuan tentang suatu hal menurut metode
ilmiah. Dalam riset ada tiga unsur yang terlibat, yaitu sasaran yang hendak
dicapai yaitu pengetahuan yang benar tentang suatu hal; usaha yang berarti
kegiatan, ikhtiar, suatu proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran; dan
metode ilmiah.
Bobot dari
hasil suatu riset dapat dilihat dari penemuan yang diperolehnya Sementara daya
kemampuan riset terbatas. Keterbatasan disebabkan karena kemampuan peneliti,
waktu yang tersedia, sifat obyek yang diteliti, pemilihan metode atau teknik
ahng akan digunakan.
Riset dan
publikasi merupakan perangkat keilmuan pendukung dalam memahami dinamika
perkembangan teori dan praktek pendidikan pada umumnya, khususnya proses
pembelajaran. Temuan riset akan menjadi tidak bermanfaat bila tidak
dipublikasikan.. Para praktisi pendidikan haruslah mampu sebagai konsumen
penelitian agar mereka dapat mengikuti dan memanfaatkan hasil riset.
c. Kedudukan/peran/fungsinya dalam teori/praktek
pendidikan
Riset dan
publikasi sangat penting dalam menunjang pengembangan teori dan praktek
pendidikan. Teori pendidikan
dikembangkan melalui riset. Hasil riset akan disebarkan melalui publikasi dalam
penulisan ilmiah atau dalam diskusi para ahli. Tanpa riset pengetahuan tidak
akan berkembang.
d. Keterkaitan dengan unsur lain.
Riset
berhubungan dengan konten dari materi pelajaran, karena materi yang merupakan
suatu teori diperoleh melalui riset. Suatu teori dihasilkan setelah ada
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metoda ilmiah yang telah diuji kebenarannya.
Kebenaran yang telah teruji inilah yang akhirnya menjadi teori. Semua konten
dari pengetahuan yang diberikan dalam proses pembelajaran diperoleh melalui
riset.
-----o0o----
Daftar Literatur
Ansyar. Moh. (1989). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Departemen
Pendidikan & Kebudayaan.
Dirjen Pendidikan Tinggi. P2LPTK. Jakarta.
Bruner. Jerome. S. (1969). The Process of Education. Eleventh
Printing. Harvard Universiy. Press. Harvard.
Cohen. Bruce J. (1983). Terjemahan Sahat Simamora. Sosiologi. Suatu Pengantar. Bina Aksara.
Jakarta.
Djiwandono. Sri Esti Wuryani. (2004).
Psikologi Pendidikan. Grasindo. Jakarta
Jatmiko Wibowo Alexander. Dan Fandy Tjiptono (2002). Pendidikan Berbasis
Kompetensi. Andi Offset. Yogyakarta.
Klausmeier. Herbert
J. And Chester
W. Harris. (1966).Analyses of Concept
Learning. Academic Press New York.
London.
Mudhofir. Ali. (2001). Kamus Istilah Filsafat Dan Ilmu. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Naisbitt. John. (2002). High tech High Touch. Pencarian Makna di
Tengah Perkembangan Pesat Teknologi. Terjemahan oleh Dian R. Basuki. Mizan.Pustaka. Bandung.
Ornstein, A.C. & Francis P. Hunkins. (1998) . Curriculum: Foundations, Principles, and Issues. Engelwood Cliffs, New Yersey: Prentice Hall.
Prayitno. (2005). Sosok Keilmuan
Ilmu Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNP. Padang
Prayitno. (2003). Jaring
Pembelajaran. Untuk Pembelajaran Yang Membimbing dan Bimbingan Yang
Membelajarkan. Jurusan/Program Studi Bimbingan Dan Konseling. FIP/Program
Pascasarjana. Universitas Negeri Padang.
Prayitno. (2002). Hubungan Pendidikan. Departeman Pendidikan
Nasional. Dirjen Pendidikan Dasar & Menengah. Direktorat SLTP.
Pokja Pengembangan Peta
Keilmuan Pendidikan. (2005). Peta
Keilmuan Pendidikan. Depdiknas. Dirjen Pendikan Tinggi. Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Roode. Carlton Clymer
d.k.k. terjemahan Padmo Wahjono. (1988). Pengantar
Ilmu Politik. CV. Rajawali. Jakarta.
Tilaar. H.A.R. (2003). Kekuasaan dan Pendidikan. Suatu Tinjauan
dari Perspektif Studi Kultural. Indonesiatera.
Magelang.
Tyler.
Ralph. W. (1949). Basic Principles of
Curriculum And Instruction. The University of Chicacgo Press, Chicago and London.
Travers. Robert m.w. (1958). An
Introduction to Educational Research. The Macmillan Company. New York.
Zais. Robert. S. (1976). Curriculum.
Principles And Foundations. Harper & Row. Publishers, Inc. New York.
0 komentar:
Posting Komentar