A. Pengertian dan Fungsi Lingkungan Pendidikan
Manusia
memiliki kemampuan yang bisa dikembangkan melalui pengalaman.
Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efektif
dan efisien itulah yang disebut pendidikan. Sedangkan latar tempat
berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya
pada tiga lingkungan utama pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat (Umar Tirtaraharja et. al., 1990:39-40 dalam Tirtarahardja,
2005:163).
Menurut Sartain
(ahli psikologi Amerika) dalam (Hartoto, 2008) yang dimaksud lingkungan
meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu
mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life
processes. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat
dalam proses pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan,
buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan (Hartoto,
2008).
Lingkungan
pendidikan merupakan salah satu unsur di dalam pendidikan sebagai
sebuah sistem (Nurchotimah, 2009). Menurut Kosim (2008), lingkungan
pendidikan adalah suatu institusi atau kelembagaan dimana pendidikan itu
berlangsung. Menurut Mudyahardjo (2008:3), lingkungan pendidikan adalah
pendidikan berlangsung dalam segala lingkungan hidup, baik yang khusus
diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada dengan
sendirinya. Jadi, lingkungan pendidikan adalah suatu unsur dalam
pendidikan berupa tempat, keadaan, alat, peristiwa, orang, benda yang
berhubungan dengan pendidikan dan menunjang proses belajar mengajar
hingga terwujudnya tujuan pendidikan.
Lingkungan
pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lingkungan
pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar
mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan (Kosim, 2008).
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik
dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanya berbagai
sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan
pendidikan yang optimal (Hartoto, 2008).
Tujuan
pendidikan menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS Pasal 3
yaitu bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam menunjang tercapainya
tujuan pendidikan, pendidikan formal, nonformal, dan informal sangat
berpengaruh. Ketiga pendidikan tersebut tergolong jalur pendidikan.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan (UU RI No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS
Pasal 1 ayat 8).
Menurut
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS Pasal 1 ayat 11-13,
pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formalyang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.
Lingkungan
disini dapat berupa masyarakat. Masyarakat akan dapat berfungsi dengan
sebaik-baiknya jika setiap individu belajar berbagai hal, baik pola-pola
tingkah laku umum maupun peranan yang berbeda-beda. Untuk itu proses
pendidikan harus berfungsi untuk mengajarkan tingkah laku umum dan untuk
menyeleksi dan menyiapkan individu untuk peranan-peranan tertentu.
Pelaksanaan
pendidikan dilakukan melalui tiga kegiatan yaitu membimbing, mengajar,
dan melatih (Ayat 1 Pasal 1 UU RI No. 2/1989 dalam Tirtarahardja,
2005:165). Meskipun ketiga kegiatan itu pada hakikatnya tri tunggal,
namun dapat dibedakan aspek tujuan pokok dari ketiganya yaitu:
1. Membimbing, berkaitan dengan pemantapan jati diri dan pribadi dari segi-segi perilaku umum (aspek afektif).
2. Mengajar, berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan (aspek kognitif).
3. Melatih, berkaitan dengan keterampilan dan kemahiran (aspek psikomotorik).
Pemantapan
ketiga sisi tujuan pendidikan itu yakni manusia yang sadar akan harkat
dan martabatnya, menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki suatu
spesialisasi/keterampilan tertentu, yang disebut sebagai manusia
seutuhnya. Di masa depan ketiga sisi itu sangat penting karena harus
mampu menyesuaikan diri dengan era globalisasi dan kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan dari segi lain, harus mampu
memenangkan persaingan yang semakin ketat dan tampil sebagai yang unggul
dalam bidang spesialisasinya. Karena itu peningkatan fungsi ketiga
lingkungan pendidikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara
bersama-sama akan sangat penting dalam mewujudkan sumber daya manusia
yang bermutu.
B. Tripusat Pendidikan
Kehidupan
manusia merupakan kehidupan yang terintegrasi dan kontinyu serta tidak
dapat dilepaskan antara satu dengan lainnya. Manusia sepanjang hidupnya
akan selalu menerima pengaruh dari lingkungan pendidikan. Ki Hajar
Dewantara misalnya memperkenalkan dengan istilah tripusat pendidikan;
yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat,
dimana anak mendapatkan pendidikannya (Soelaeman, 1988).
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan pertama dan terpenting. Dikatakan
pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan
didikan dan bimbingan. Dikatakan terpenting karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah dalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling
banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga (Indrakusuma, 1973:109).
Hartoto (2008) mendefinisikan keluarga sebagai berikut:
Keluarga
merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama
dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan
mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Keluarga
merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang
karena hubungan sedarah. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus
family: ayah, ibu dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping
inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain).
Tugas
utama keluarga bagi pendidikan anak adalah meletakkan dasar-dasar
pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak
sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan anggota keluarga yang
lain. Faktor-faktor dalam keluarga yang mempengaruhi tumbuh kembangnya
anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan
sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh
keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Perkembangan
kebutuhan dan aspirasi individu maupun masyarakat, menyebabkan peran
keluarga tehadap pendidikan anak-anaknya juga mengalami perubahan.
Dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, maka keluarga pada
umunya tidak mampu memenuhinya. Oleh karena itu, sebagian dari tujuan
pendidikan itu akan dicapai melalui jalur pendidikan formal ataupun
nonformal (kursus, kelompok belajar, dan sebagainya).
Dalam
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS Pasal 7 ayat 2 disebutkan
bahwa orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya. Dari penjelasan tersebut dapat di
ketahui bahwa orang tua atau keluarga sangat berperan untuk mendidik
anak dalam hal agama, budaya, dan moral. Keluarga merupakan tempat
pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan
pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak hanya bagi
anak-anak tetapi juga bagi para remaja.
Maraknya
seorang ayah dan ibu (khususnya) yang bekerja di luar rumah
mengharuskan mereka berada di luar rumah dalam beberapa jam hampir
setiap hari kerja. Peran pemeliharaan fisik mungkin dapat dilakukan oleh
orang lain, namun peran edukatif dari ibu sukar disubtitusi oleh orang
lain, utamanya pembantu rumah tangga. Kecenderungan lain adalah
berkembangnya lembaga pendidikan prasekolah pada jalur luar sekolah
seperti kelompok bermain dan penitipan anak.
Di
masa depan, peran pembantu rumah tangga dalam pendidikan keluarga
maupun fungsi edukatif dari kelompok bermain dan penitipan anak perlu
mendapat perhatian, agar dapat diyakinkan kontribusinya dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang bermutu. Keluarga juga seharusnya mendukung
program-program lingkungan pendidikan lainnya (kelompok bermain,
penitipan anak, sekolah, kursus/kelompok belajar, organisasi pemuda, dan
lain sebagainya).
Keikutsertaan
keluarga itu dapat pada tahap perencanaan, pemantauan dalam
pelaksanaan, maupun dalam evaluasi dan pengembangan, dan dengan berbagai
cara (daya, dana, dan sebagainya). Tidak kalah pentingnya dalam upaya
koordinasi dan keserasian antar ketiga pusat pendidikan itu. Oleh karena
itu, untuk memperbaiki keadaan masyarakat seperti itu perlu adanya
perbaikan dalam pendidikan keluarga.
2. Sekolah
Di
antara tiga pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana secara sengaja
dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Tidak semua tugas mendidik
dapat dilaksanakan oleh orangtua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu
pengetahuan. Keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan
aspirasi generasi muda terhadap IPTEK. Semakin maju masyarakat semakin
penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk
dalam proses pembangunan masyarakatnya itu.
Sekolah
seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia
sebagai individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia di
masa depan. Sekolah yang demikianlah yang diharapkan mampu melaksanakan
fungsi pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional.
Sekolah
sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat
maju karena pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi,
tetapi tetap berpijak pada ciri keindonesiaan. Dengan demikian,
pendidikan di sekolah seharusnya secara seimbang dan serasi menjamah
aspek pembudayaan, pengusaan pengetahuan, dan pemilikan keterampilan
peserta didik. Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan
situasi dan kondisi sekolah, antara lain:
a. Pengajaran yang Mendidik
Pengajaran
ini secara serentak memberi peluang pencapaian tujuan instruksional
bidang studi dan tujuan-tujuan umum pendidikan lainnya. Mendidik tidak
cukup hanya dengan memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan saja
namun pendidik juga menanamkan kepada anak nilai-nilai dan norma-norma
susila yang tinggi dan luhur. Hal itu dapat terlaksana dengan efisien
dan efektif apabila pendidik mempunyai wawasan kependidikan yang mantap
serta menguasai berbagai strategi belajar mengajar.
Dalam
upaya mewujudkan pengajaran yang mendidik, perlu pula dikemukakan
bahwa setiap keputusan dan tindakan guru dalam rangka kegiatan belajar
mengajar akan membawa berbagi dampak atau efek kepada siswa, baik efek
instruksional (instructional effect) yang merupakan efek langsung dari
bahan ajaran yang menjadi isi pesan dari belajar mengajar, maupun efek
pengiring (nuturant effect) yang merupakan efek tidak langsung dari
bahan ajaran dan atau pengalaman belajar yang dihayati oleh siswa
sebagai akibat dari strategi belajar mengajar yang menjadi landasan dari
kegiatan belajar mengajar tersebut. Baik efek instruksional maupun efek
pengiring merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan
belajar mengajar, yang harus mendapat perhatian yang seimbang oleh
setiap guru dalam perancangan dan pelaksanaan program belajar mengajar
(Sulo Lipu La Sulo, 1990: 55-54 dalam Tirtarahardja, 2005:175).
Dengan
demikian, pemilihan kegiatan belajar mengajar yang tepat, baik ditinjau
dari efek instruksional maupun efek pengiring, akan memberikan
pengalaman belajar siswa yang efisien dan efektif untuk mewujudkan
pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
b. Peningkatan
dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (BP) di
sekolah, agar program edukatif ini tidak hanya menjadi komplemen yang
setara dengan program pengajaran serta program-program lainnya di
sekolah. Seperti diketahui, bidang garapan BP adalah perkembangan
pribadi peserta didik, khususnya aspek sikap dan perilaku atau kawasan
efektif. Pengembangan kepribadian ke arah penyadaran jati diri sebagai
manusia Indonesia merupakan sisi lain dari tujuan pendidikan, di samping
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan afektif dapat
diawali dengan kajian tentang nilai dan sikap yang seharusnya dikejar
lebih jauh dalam perwujudannya melalui perilaku sehari-hari, khusunya
selama berada di sekolah. Sekolah seharusnya dikembangkan menjadi pusat
pendidikan dan kebudayaan yang mencerminkan suatu masyarakat
Pancasilais.
c. Pengembangan
perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber belajar (PSB), yang
mengelola bukan hanya bahan pustaka tetapi juga sumber belajar lainnya,
baik sumber belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Dengan
kedudukan sebagai PSB diharapkan perannya akan lebih aktif dalam
mendukung program pengajaran, bahkan dapat berperan sebagai “mitra
kelas” dalam upaya menjawab tantangan perkembangan iptek yang semakin
cepat. Pengembangan PSB itu dapat dilakukan secara bertahap sehingga
pada akhirnya dapat berperan ganda yakni sebagai “mitra kelas” dalam
proses belajar mengajar dan tempat pengkajian berbagai pengembangan
sistem instruksional. Suatu PSB yang memadai akan dapat mendorong siswa
dan warga sekolah lainnya untuk belajar mandiri.
d. Peningkatan
dan pemantapan program pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait
dengan peserta didik, pengelolaan sekolah sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaan seharusnya merupakan refleksi dari suatu masyarakat
Pancasilais sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan nasional. Iklim
kehidupan di sekolah mencerminkan kehidupan masyarakat yang
dicita-citakan yakni masyarakat demokratis yang dinamis dan terbuka.
Demikianlah beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan.
3. Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan.
b.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat,
baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi
edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility).
Fungsi
masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf
perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang
tersedia di dalamnya. Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan dan atau
kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar,
antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan, organisai
keagamaan, organisasi politik, media massa, dan sebagainya. Lembaga atau
kelompok sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya
dalam proses sosialisasi, tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan
keterampilan anggotanya.
Setelah
keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap
pembentukan kepribadian, terutama pada saat anak berusaha melepaskan
diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Pada masa peralihan ini sering
terjadi konflik antara orang tua dan anak. Yang dimaksud kelompok sebaya
(peers group) adalah suatu kelompok yang terdiri orang-orang yang
bersamaan usianya, antara lain: kelompok bermain pada masa kanak-kanak,
kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin,
atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal. Dampak edukatif dari
keanggotaan kelompok sebaya itu antara lain karena interaksi sosial yang
intensif dan dapat terjadi setiap waktu, dan dengan melalui peniruan
(model) serta mekanisme penerimaan/penolakan kelompok. Terdapat beberapa
fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhana, 1968: Modul
5/19 dalam Tirtarahardja, 2005:181) antara lain:
a) Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
b) Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas.
c) Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa.
d) Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari penguasaan kekuasaan otoritas.
e) Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip permasaan hak.
f)
Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara
memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis
tingkah laku tertentu, dan lain-lain).
g) Memperluaskan cakrawala pengalaman anak, sehingga ia orang yang lebih kompleks.
Organisasi
kepemudaan pada umumnya mempunyai prinsip dasar yang sama yakni
menyalurkan hasrat kelompok pemuda kepada hal-hal yang berguna.
Organisasi ini mempunyai berbagai jenis latar belakang yang berbeda,
seperti sosial-edukatif (OSIS, PMR, Pramuka, dan sebagainya), sosial
keagamaan, sosial-politik dan lain sebagainya. Disamping penambahan
pengetahuan dan keterampilan, organisasi kepemudaan tersebut terutama
sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan
aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan
kemandirian).
Peranan
organisasi keagamaan pada umumnya sangat penting karena berkaitan
dengan keyakinan agama. Organisasi ini menyediakan pendidikan bagi
anak-anaknya, yakni:
a)
Mengajarkan keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara
memberikan pengalaman-pengalaman yakng menyenangkan bagi mereka.
b) Mengajarkan kepada mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya.
c) Memberikan model-model perkembangan bagi watak.
C. Pengaruh Timbak Balik antara Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan
peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni hereditas,
lingkungan, proses perkembangan, dan anugerah. Khusus untuk faktor
lingkungan, peran tripusat pendidikan itulah yang paling menentukan,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dikaitkan dengan
tiga poros kegiatan utama pendidikan (membimbing, mengajar, dan
melatih), peranan ketiga tripusat pendidikan bervariasi meskipun
ketiganya melakukan tiga kegiatan pokok dalam pendidikan. Kaitan antara
tripusat pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan untuk mewujudkan
jati diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, dan kemahiran
keterampilan dilukiskan pada Bagan 1.
Bagan 1 Saling Pengaruh Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta Didik
Dari
bagan tersebut, dilukiskan bahwa setiap pusat pendidikan dapat
berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan
pendidikan, yakni:
1) Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya.
2) Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan.
3) Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Kontribusi
itu akan berada bukan hanya antar individu, tetapi juga faktor pusat
pendidikan itu sendiri yang bervariasi di seluruh wilayah Nusantara.
Namun kecenderungan umum, utamanya pada masyarakat modern, kontribusi
keluarga pada aspek penguasaan pengetahuan dan pemahiran keterampilan
makin mengecil dibandingkan dengsan kontribusi sekolah dan masyarakat.
Disamping
peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan
peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta
kerja sama yang erat dan harmonis antartripusat tersebut. Berbagai upaya
dilakukan agar program-program pendidikan dari setiap pusat pendidikan
tersebut saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan lainnya.
Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling
melengkapi itu akan memberi peluang mewujudkan sumber daya manusia
terdidik yang bermutu.
Salah
satu masalah yang banyak dibicarakan ialah sekolah sebagai produk
masyarakat modern sering membawa dampak negatif karena secara
terselubung menghantar generasi terdidik ke kota-kota besar. Seperti
diketahui, dislokasi sekolah yaitu adalah makin tinggi jenjang sekolah
itu makin dekat ke kota besar, sehingga Perguruan Tinggi pada umumnya di
ibukota provinsi. Hal itu membawa dampak negatif yakni terpusatnya
tenaga terdidik di daerah perkotaan, dan hanya sedikit yang kembali ke
daerah pedesaan. Program-program kuliah kerja nyata (KKN), pengerahan
tenaga sarjana sukarela ke pedesaan, dan sebagainya belum berhasil
mengatasi hal itu. Oleh karena itu, terdapat berbagai pendapat yang
diarahkan pada perbaikan program persekolahan, khususnya kurikulum, agar
lebih diorientasikan pada kebutuhan daerah yang bersangkuatan.
Dengan
demikian, pendidikan akan mampu melaksanakan secara serentak fungsi
pelestarian kebudayaan dan fungsi pengembangan dari kebudayaan yang
diembannya itu. Seiring dengan itu, sekolah sebagai pusat pendidikan
akan lebih dekat dengan pusat-pusat lainnya yakni keluarga dan
masyarakat, sehingga tripusat pendidikan itu diharapkan dapat menunaikan
tugasnya untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun
seluruh masyarakat Indonesia.
2 komentar:
Artikel yang bagus dan berguna untuk saya baca. Semoga bermanfaat bagi orang banyak yang membaca artikel ini. Terimakas atas informasi yang diberikan.
Kunjungan balik blog .
Kunjungan pagi
Sangat insviratif dan Menarik untuk saya baca Terimakasi suda membaerikan informasi.
Masuk balik blig saya juga .,
Posting Komentar